Bismillah,
tulisan kali ini dikhususkan untuk membahas sekelumit tentang buku perdana yang
penulis susun dengan judul ‘Selamat Tinggal Tuhanku, Aku Perempuan Merdeka’. Buku
ini diterbitkan melalui penerbit Indie Publishing dengan ukuran 14x21cm dan
tebal sekitar 386 halaman. Adapun tema yang diangkat dari buku ini adalah
mengenai perjuangan seorang perempuan yang berusaha berhijrah dari masa
jahiliyah menuju masa yang penuh dengan nilai-nilai Islam. Selama perjalanannya,
dibahas pula mengenai banyak hal tentang para pemuda dengan peradabannya, para
perempuan dengan kehormatannya, para orangtua dengan sikapnya, para aktivis
dakwah dengan perjuangannya hingga tentang perasaan penulis saat merayakan
kematian Ayahnya dan luluh lantaknya ekspektasi penulis saat satu sosok
laki-laki yang ia kagumi selama ini mendadak memproklamirkan dirinya sebagai
seorang ateis. Dan dari keseluruhan rentetan perjalanan itu akan mengantarkan
para pembaca tentang definisi baru dari ‘pemuda’, ‘ekspektasi’, ‘kehormatan’
hingga ‘kematian’. Besar harapan penulis agar para pembaca dapat menyelami
lautan hikmah yang diangkat dari kisah-kisah nyata di dalamnya. Berikut penulis
lampirkan beberapa kalimat yang terdapat di dalam buku ini:
Sunday, December 8, 2013
Monday, December 2, 2013
Coitus Interuptus dengan Pekan Kondom Nasional
Well,
sesungguhnya menulis tulisan kali ini agak memuakkan, disamping karena temanya
yang juga memuakkan, juga tentang deadline memuakkan yang dibuat oleh Ari
Akbar. Entahlah harus memulai darimana, rasanya hanya ingin menulis sebuah paragraph
kemudian mengakhirnya dengan ucapan terima kasih. Namun baiklah, mari kita
lihat apa yang akan tertulis setelah ini. Mungkin dapat kita mulai dengan kata ‘kondom’.
Kondom merupakan salah satu alat pengaman yang digunakan untuk mencegah
terjadinya konsepsi. Lalu apa itu konsepsi? Konsepsi merupakan proses awal
terjadinya kehamilan dimana berlangsungnya pertemuan antara sel sperma dan ovum,
kemudian aku tergelitik untuk menanyakan istilah itu pada teman-teman satu grup
skripsiku:
Aku : Kemarin apa istilahnya? Yang cruptus2
itu
Ade : Apaan cruptus?
Aku : Itu loh yang pembuahan di dalam
Adit : Coitus Interuptus
Oni : Yiiii, masya Allah, kenapa tiba2
nanya gitu2an?
Aku : Yii lagi mau nulis tentang kondom
weeks
Ade :
(menanggapi Adit) Salah, bukan itu, seharusnya coitus aja, interuptus itu
dibatalkan alias buang diluar
Yah, kira-kira begitulah obrolan anak Farmasi. Sekarang kembali
ke tema awal tentang kondom weeks, entah apa yang ada di pikiran para petinggi
negeri ini dan para pembuat kebijakan di atas sana. Mereka menetapkan 1-7
Desember sebagai Pekan Kondom Nasional, rasanya aku benar-benar ingin
meneriakkan, “What the…?!” kepada mereka semua.
Monday, November 18, 2013
Aku Bahagia Karena Dia Ayahku
Aku bahagia karena aku adalah anak perempuannya
Aku bahagia karena dia pernah mengatakan, “Kamu itu anak kebanggaan
papa. Papa sayang kamu, jaga diri
baik-baik ya.”
Aku bahagia karena aku adalah seorang putri yang telah mewujudkan
sebagian mimpi-mimpinya
Aku bahagia karena aku pernah menghabiskan waktu berdua bersamanya
Aku bahagia karena aku tak beranjak sedetikpun dari sisinya saat dia
sedang kesakitan
Aku bahagia karena aku menghabiskan pagi dan petang membaca Quran
bersamanya
Aku bahagia karena aku selalu shalat berdua bersamanya
Aku bahagia karena aku menceritakan banyak kisah Rasul dan para sahabat
padanya
Aku bahagia karena aku mampu mendekap erat tubuhnya yang mulai dingin
dan membeku itu
Aku bahagia karena ada diriku yang terukir jelas di kedua bola matanya
Aku bahagia karena tiap ruas jemariku sama dengan miliknya
Aku bahagia karena dia adalah orang yang terakhir kali mengecup mulutku
ini
Aku bahagia karena aku senantiasa mengatakan padanya, “Papa itu papa
terbaik, Derry sayang Papa, sangat.”
Aku bahagia karena aku masih merasakan getaran lembut nadinya di
saat-saat terakhir
Aku bahagia karena aku menyenandungkan lafadz “Laa illa ha ilallah” di
telinganya sebelum dia menghembuskan napas terakhirnya
Monday, November 11, 2013
Pahami dan Selamat Menikmati
Sebagai seseorang yang masih belum mampu terlepas dari berbagai film yang
beredar, beberapa minggu terakhir aku telah menyaksikan film The Insidious 2,
Gravity, Captain Phillips, Thor dan ditutup dengan Now You See Me. Semuanya menarik, dengan esensi kelezatannya
masing-masing. Mungkin banyak orang di luar sana yang menonton sebuah film lalu
selesai sampai di situ saja, tidak lebih dari sarana hiburan. Namun, aku adalah
perempuan yang mengambil hal lain di dalamnya. Kita mulai dari film The Insidious 2, ini adalah sebuah sekuel film dengan genre horor yang
mengangkat tema tentang segala hal yang berkaitan dengan kemampuan seseorang
menjelajahi dunia lain saat ia sedang tertidur, dan apabila ia berjalan terlalu
jauh dari tubuh aslinya, maka akan ada kemungkinan tubuhnya tersebut akan
ditempati oleh ruh lainnya. Banyak hal yang aku pikirkan saat itu, terutama
tentang kematian. Semua orang akan mati, ruh
akan berpisah dari jasad, yang dicinta akan berpisah dengan yang mencinta, dan
seterusnya. Lalu pertanyaannya, tahukah kita kapan masa itu akan menghampiri
kita? Bukankah kita ini hanyalah sekumpulan manusia
yang menunggu giliran kematian kita?
Tuesday, November 5, 2013
Karena Kematian adalah Perayaan
Tak sedikit hal yang berubah
setelah hari itu, Selasa 11 Juni 2013. Baik tentang pemikiran, sikap, hingga
jiwa. Jika harus membahasnya satu per satu, mungkin aku akan memulainya dengan
perubahan sikap dalam pengambilan keputusan tentang banyak hal, baik itu
tentang studiku, waktu yang akan aku habiskan nantinya, pengabdian yang harus
aku pertanggungjawabkan, dan masih banyak lagi. Pengambilan sikap ini juga
memengaruhi kebiasaanku selama ini, salah satunya mengenai buku-buku yang biasa
aku beli tanpa terlalu memikirkan jumlah apalagi harganya. Dulu, setiap aku
mendatangi toko-toko buku, aku bahkan bisa membeli 4-5 buku sekaligus, yang
akan aku lahap dalam waktu singkat. Namun kini, untuk membeli satu buku saja,
aku harus mempertimbangkannya secara matang. Ini bukan tentang tak adanya buku
yang layak aku baca, ini tentang biaya yang harus aku keluarkan saat
membelinya. Belakangan ini aku lebih cenderung membaca e-book yang dapat
diunduh secara gratis di internet. Namun tetap saja, buku-buku yang berkualitas
hanya tersedia dalam bahasa Arab atau Inggris, sangat sulit untuk menemukan
kitab-kitab klasik ulama tempo dulu yang sudah diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia. Dulu, sebelum 11 Juni 2013, apalagi saat aku masih anak-anak, buku
itu seolah segalanya, mampu diperoleh dengan mudah, berapapun yang aku
inginkan, berapapun harganya, Ayahku tak pernah bermasalah untuk memenuhi
permintaan anak perempuannya ini. Saat aku sudah kuliahpun, aku tinggal
mengatakan bahwa aku baru saja membeli banyak buku, dan dia tak pernah
mempermasalahkannya. Tapi itu dulu, saat dia masih ada untuk anak perempuannya
ini. Kini, setiap aku melirik buku-buku impian yang sangat aku ingin baca dan
miliki, aku hanya mampu membisikkan dalam hati, “Ya
Rabb, aku menginginkannya, jika Engkau berkenan, maka berikanlah padaku.”
Dan doaku seolah selalu diijabah oleh-Nya,
Monday, October 28, 2013
Sumpah Pemuda, Menembus Batas, Menembus Mayoritas
21 Oktober 2013, satu naskah
lengkap, 252 halaman A4 dengan 77.563 kata telah dikonfirmasi penerbit. Saatnya
penantian dengan rasa cemas dan harap, Desember, insya Allah. Ada kelegaan
berarti karena terselesaikannya tulisan-tulisan itu, namun lihatlah sekarang,
aku mulai kehilangan satu rutinitas, apalagi kalau bukan menulis. Seolah ada
segumpal jiwa yang tercabut dari diri, sepertinya aku memang harus kembali
mengalihkan fokusku, karena satu tujuan telah hampir tercapai, kini saatnya
kembali dengan halaman-halaman ini, latar hitam, dengan tulisan merah dan putih
yang menyeruak di atasnya. Biarkan aku menuliskan sebuah tulisan sebagai
pembatal dari puasa posting di blog ini selama berbulan-bulan, mungkin dengan
tema sesuai penanggalan hari ini, 28 Oktober, hari
Sumpah Pemuda. Here we go...
Saturday, May 18, 2013
Kiat Sukses Mencontek Halal ala Muslim Muslimah
Ujian
Nasional, Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester, Ujian Akhir Sekolah,
Ujian praktikum dan segala hal yang berbau ujian dalam hal akademik masih tidak
ada apa-apanya dibandingkan ujian hidup yang akan dihadapi peserta didik kelak.
Namun, pendidikan di Indonesia saat ini benar-benar sudah sangat
memprihatinkan. Dari bangku pendidikan sekolah dasar saja seolah sudah dididik
bahwa saat ujian boleh mencontek, terutama yang
berkaitan dengan kelulusan siswanya. Bahkan tercatat banyak sekolah yang
sengaja mengadakan tim sukses khusus untuk meluluskan para siswanya. Ada yang
beralasan demi masa depan siswa, demi akreditasi sekolah, dan banyak lagi.
Penulis
benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran para pendidik, apakah ini bentuk pendidikan mencontek usia dini?
Nasib bangsa ini tidak terlepas dari peran serta generasi muda, jika dari awal
saja sudah membudayakan tradisi mencontek, wajarlah jika korupsi menjadi ajang
tradisi turun-temurun pula, ironis.
Tak
dapat dielakkan banyak asumsi yang mengatakan, “Tak apalah, ini semua kan demi
harumnya nama sekolah, demi kebaikan para siswa dan wali murid, dan bla bla
bla.” Oke, tujuannya mulia, sangat-sangat mulia, tapi caranya? Salah besar!
Jika hal-hal sepele selalu kita abaikan dari usia dini, disadari atau tidak,
tentu akan membentuk mental peserta didik yang menghalalkan segala cara demi
kebaikan dirinya atau kebaikan golongan tertentu. Dampak nyata telah menghiasi
media-media di Indonesia, ada yang korupsi dengan
‘tujuan mulia’, misalnya membahagiakan keluarga, memenangkan proyek,
kepentingan partai dan golongan atau jangan-jangan ada yang korupsi buat naik
haji.
Sesungguhnya,
mencontek itu halal, jika dilakukan dengan
cara-cara yang benar dan tidak menimbulkan dosa apapun. Dibawah ini beberapa kiat sukses mencontek yang dihalalkan oleh agama :
Thursday, May 16, 2013
Cinta itu Candu dan Kitalah Para Pecandu itu
Malam
itu, setelah mempublikasi tulisan ‘Hadiah Terbaik dari Saudi Arabia’, aku
meluangkan waktu untuk berkomunikasi melalui facebook, aku menyapa seorang temanku
di SMA dahulu, sebut saja namanya X. Awalnya hanya ingin menanyakan project
kami saat liburan nanti setibanya di Tanjungpinang, namun mendadak fikiranku
merambat ke satu pertanyaan liar yang sangat aku butuhkan jawabannya. Aku
memulai dengan kalimat, “Boleh nanya gak? Eh gak jadi deh, oke end.” Haha, dan
dia serta merta mengatakan, “Nah ini nih, paling anti kalo gak jadi nanya.”
Baiklah,
akhirnya aku meneruskan pertanyaanku, “Jadi gini, semua
orang punya kisah tentang hidayah, kalo ceritanya X gimana?”. Jengjeng,
begitu pertanyaannya. Dan dari seluruh obrolan kami, satu kalimat yang sangat
aku ingat dan melahirkan ide baru untuk seluruh tulisan ini nantinya. Ia
mengatakan, “Vacuum of Sense”. Satu kalimat
sederhana tapi sangat bermakna menurutku, karena ini semua menyangkut suatu
rangkaian kegiatan setelah dan sebelum ‘sesuatu’ dan tentunya memiliki hubungan
sebab-akibat. Great, sekian intermezo, mari kita memasuki pembahasan inti dari
tulisan ini.
Wednesday, May 15, 2013
Hadiah Terbaik dari Saudi Arabia
“Demi waktu dhuha dan demi malam apabila telah sunyi”, penggalan ayat ini selalu membuatku tersenyum haru penuh syukur.
Bagaimana tidak? Mungkin ini adalah hadiah terbaik yang pernah diberikan oleh
seorang makhluk padaku. Aku ingat benar di malam itu, Jumat 29 Maret 2013, di
salah satu ruang VIP Gelora Bung Karno, setelah menunaikan shalat maghrib dan
isya berjamaah, kami semua berkumpul untuk mendengarkan arahan mengenai acara
puncak esok hari. Ini adalah salah satu rangkaian kegiatan Wisuda Akbar ke 4 yang diselenggarakan oleh PPPA Daarul
Qur’an. Segala puji hanya bagi Allah yang menempatkanku diantara mereka
semua, aku menjadi salah seorang relawan dalam acara luar biasa ini.
Semua
ini berawal dari tweet Ustadz Yusuf Mansur yang akan menyelenggarakan wisuda
akbar para hafidz dan hafidzah seluruh Indonesia khususnya surah Al-Baqarah
ayat 1-50 dan surah An-Naba. Acara ini membutuhkan sejumlah relawan, awalnya
aku hanya membaca sekilas tweet tersebut, dan terbersit dalam hatiku, “Andaikan aku bisa menjadi salah satu diantara para relawan
itu, betapa beruntungnya aku.” Beberapa hari berselang, aku mengetahui
bahwa salah seorang temanku telah diterima menjadi tim relawan di bagian
kesehatan. Aku bergegas menghubungi panitia dan mendaftarkan diri sebagai seorang
relawan juga. Namun sayang, panitia tersebut mengatakan bahwa tak ada tempat
lagi untuk seorang akhwat, mereka hanya menyisakan beberapa tempat lagi untuk
ikhwan. Baiklah, dengan ikhlas aku merelakan kesempatan luar biasa itu. Aku
katakan padaNya, “Ya Rabb, andaikan itu memang rezekiku
untuk menjadi bagian dari acara tersebut, maka bukakanlah jalannya sesuai
kehendakMu, namun jika memang bukan rezekiku semoga Engkau menggantikannya
dengan yang lebih baik.”
Tuesday, May 14, 2013
Untuk Perempuan Bodoh yang Tak Kunjung Memaafkanku
Beberapa
hari ini aku seolah mengalami kematian lagi dan lagi. Hasrat untuk menulis
sangat besar, seluruh kalimat berputar dan tak sabar ingin dituangkan. Namun
ketika jemari memulai satu atau dua kata pembukaan, mendadak kalimat-kalimat
itu gugur tak berbekas. Tak ada cara lain selain membaca, aku butuh kalimat
baru, kalimat yang jauh dari nada berkeluh kesah. Aku butuh kalimat-kalimat
yang memberi kehidupan. Aku mulai muak dengan kesatuan
kalimat mengenai kematian. Aku benar-benar ingin hidup. Hidup layaknya manusia!
Aku
katakan padaNya, “Ya Rabb, ada satu perempuan, aku
telah meminta maaf dengan tersungkur menangis dihadapannya berulang kali, namun
ia tak kunjung memaafkanku, tolong lembutkan hatinya, katakan padanya,
maafkan aku, aku benar-benar membutuhkan penerimaan maaf darinya.” Namun
lihatlah, ia masih di sudut sana, menangis membeku tanpa suara. Ia mengadu
padaMu untuk menguatkan dirinya, aku kerap kali mendengar rintihin suaranya di
penghujung malam, dengan doa yang sama dan permohonan yang sama, dan lihatlah
kini, aku tak pernah lagi menemukan binar matanya disaat semua orang tertawa,
ia masih saja berkutat dengan kepedihan dirinya bersama jiwanya, sedangkan
jasadnya ia biarkan bercengkrama dengan dunianya.
Thursday, May 9, 2013
Menjadi Perempuan Yahudi, Nasrani atau Pemuja Iblis?
Hari
ini aku membaca beberapa tulisan yang pernah aku tulis, berusaha menjadi
pembaca yang benar-benar independen dan seolah tak mengenal siapa perempuan
dibalik seluruh tulisan ini. Kadang aku tersenyum, kadang menarik nafas panjang
atau terlontar pertanyaan, “Benarkah perempuan yang ada
dalam diriku ini pernah menulis ini semua?”. Secara keseluruhan,
kumpulan tulisan ini menapaki suatu fase demi fase yang semakin menanjak meski
kadang ianya jatuh kembali diiringi runtuhnya pertahanan. Namun, tetap saja, penulis
tak membiarkan dirinya berkubang terlalu lama dalam lubang hitam itu, ia
menyeruak kembali berdiri tegak menjemput cahaya. Jika para pembaca menelesuri
jejak-jejak tulisan yang terhampar dimulai dari awal langkahnya, maka akan
ditemukan suatu benang merah meski masih berbalut perumpamaan disana-sini.
Perempuan
ini bermimpi mewujudkan garis hidupnya dari masa-masa kelemahan yang
bertambah-tambah, kemudian berhijrah yang diwarnai masa transisi untuk bangkit
kembali. Dan kini lihatlah, ia sedang membangun pertahanannya, lebih kokoh
lagi, hingga satu hari dengan kerelaan hati dan
keberanian ia akan membuka gerbang pertahanannya dan mempersilahkan seorang
penyelamat untuk membentengi dirinya.
Kini
aku selalu meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan perempuan ini, menanyakan
kabarnya, menyusun rapi seluruh mimpi-mimpinya dan pastinya membantu dirinya
mewujudkan seluruh mimpinya itu. Aku benar-benar mendampinginya dengan setia.
Tak akan aku biarkan ia berjalan sendiri hingga tersesat di kegelapan malam
lagi.
Friday, May 3, 2013
Tenanglah, Aku sudah Membunuh Perempuan itu
Mendekati
100 hari pasca kematianku terhitung tanggal 13 Februari 2013 lalu. Benar-benar
menjadi bahan muhasabah diri lagi dan lagi. Kadang aku berteriak kepada diriku
sendiri, “Andaikan memori rasa dan pikiran itu berwujud
manusia, maka mungkin aku perempuan pertama yang akan membunuhnya!” Saat
semua memori itu terputar dalam benakku, mungkin aku butuh berhenti sejenak,
beristighfar sebanyak-banyaknya, merapikan kembali jubah pertahananku, tapi aku
takkan sekali-kali mundur, selangkahpun tidak, aku akan tetap melangkah maju,
hingga diizinkan naik ke langit.
Jika ada
yang berfikir semua ini mudah sedangkan aku hanya berlebihan, kemarilah dekat
denganku, kalian akan rasakan getaran pilu ini. Namun tenang saja, aku memilih
untuk bungkam hingga tiba waktunya, mari kita nikmati hidup kita masing-masing,
meski pisau belum berhenti bergerak.
Kadang aku
seolah tak memiliki rasa kepedulian lagi terhadap diri, memikirkan Allah saja
rasanya hatiku masih belum cukup luas untuk menampungnya. Lalu aku melihat ke
arah mereka, sangat memprihatinkan melihat orang-orang yang menganggap bahwa
Allah adalah subjek pelarian layaknya seluruh dalih logika liberalis mereka.
Allah itu bukan tempat pelarian, Dia itu tujuan, satu-satunya tempat berlari
dan kembali. Dan semakin memprihatinkan saat melihat mereka yang memandang
kemunkaran sebagai sesuatu yang indah dan wajar, sedangkan ketaatan sebagai
sesuatu yang asing.
Pertanyaannya
adalah, “Aku yang harus memeriksakan diriku atau mereka?”
Selamat Tinggal Tuhanku, Aku Perempuan Merdeka
Aku ingat
di hari itu, hari yang pernah sangat aku syukuri. Dan sekarang mendadak menjadi
hari paling menggelikan sekaligus mengenaskan bagiku. Dulu aku seolah
menyerahkan seluruh hatiku pada dia yang tiap saat dapat aku dengar, lihat atau
sentuh. Namun tiba-tiba aku memilih menghilangkan semua rasa itu dan lihatlah
sekarang, aku seolah sedang dimabuk cinta pada Dia yang
tak pernah sama sekali aku dengar, lihat atau sentuh. Benar-benar
lelucon yang aku syukuri dengan segenap jiwa dan raga.
Bahkan aku
ingat saat semua itu berawal. Terkesan manis dan menyenangkan pada permulaan,
namun semakin hari semakin terkikis dengan kefanatikan kami. Aku mulai
kehilangan banyak hal, segala kegiatan organisasi aku tinggalkan,
teman-temanku, sahabat-sahabatku bahkan diriku sendiri. Aku seolah tak mengenal
Derry Oktriana lagi. Satu-satunya hal yang membuat aku
bertahan adalah rasa itu, rasa yang selalu jadi kiblat seluruh jalinan ini.
Kadang aku
sempat bertanya, mana Derry Oktriana yang selalu ingin berada di barisan depan
untuk menyuarakan pendapatnya? Mana Derry Oktriana yang selalu memberontak saat
dijajah? Mana Derry Oktriana yang pernah mencintai organisasi, sahabat, dan
keluarganya lebih dari dirinya sendiri? Mana Derry Oktriana yang kerap kali
membaca buku setebal dosa yang hanya dipenuhi dengan tulisan-tulisan? Mana
Derry Oktriana yang selalu menyediakan waktunya untuk menulis pantun, puisi,
artikel dan tulisan-tulisan lainnya? Kemana perempuan yang bernama Derry
Oktriana ini? Ia kemana? Sepertinya ia tertawan sebagai
budak tuhannya, tuhan barunya.
Barakallah, Aku Memaafkanmu
Pernah ada
hari dimana langit begitu gelap. Aku benar-benar tak tahu matahari ada dimana.
Begitu pula dengan bulan dan bintang-bintang, ntah berada dimana mereka semua.
Rasanya tak ada satupun cahaya di hari itu. Awan mendung berlapis-lapis
menambah kekelaman. Kemudian tak cukup sampai disitu, suara gemuruh seolah
saling bersahutan. Hari itu laksana perpaduan antara
air dan api, dua hal yang rasanya tak mungkin berpadu namun di hari itu
mereka saling melengkapi.
Mengapa
aku menyebutnya air dan api? Bukankah mereka adalah dua perpaduan yang saling
bertolak belakang? Semua itu karena di hari itu awan sangat gelap, seolah tak
akan pernah ditemukan setitikpun cahaya lagi. Namun mendadak goresan-goresan
cahaya menyala diantara sela-selanya. Ya, dialah kilat yang terang benderang. Perpaduan antara kegelapan dan pencerahan, seolah satu tubuh
yang tak terceraikan. Kemudian kilat tersebut mengantarkan gelegar
gemuruh yang meruntuhkan langit dan menimpaku secara bertubi-tubi. Tak ada kata
lain yang mewakili itu semua selain kebinasaan.
Ahh,
rasanya siksaan Dia di dunia begitu dekat dan memenjarakanku di segala penjuru,
cukup lama aku terkubur di bawah puing-puing langit. Namun, Dia berkehendak
lain,
Sunday, April 21, 2013
Generasi Pelurus Bukan Penerus
“Welcome to Bloggers Shout Out Community”, kataku pada diriku sendiri. Apa itu BSO? BSO adalah sebuah komunitas para
blogger yang direkomendasikan oleh temanku Pandu Wijaya Saputra. Dan well done,
setelah aku membaca homepage komunitas ini, aku berfikir satu hal, “It’s really great”, kenapa? Karena visi misinya
jelas, berbeda dengan komunitas blogger lainnya yang terhitung kurang disiplin
meski banyak yang mengatakan ‘kedisiplinan’ itu
tak jauh berbeda dengan ‘keribetan’. Komunitas
ini memang ‘agak’ sedikit mengikat dan tegas.
Bagaimana tidak, baru bergabunga saja langsung segambreng peraturannya. Haha.
Salah
satunya adalah harus langsung membuat postingan pre-project ini yang isinya
harus mempromosikan BSO. Tapi gak papa, emang layak dipromosiin juga kok.
Selain itu setiap bulannya komunitas ini punya project khusus. Ini ya aku kutip
salah satu kewajiban seluruh member di komunitas ini, “Berperan aktif dan
mengikuti Blogger Campaign secara rutin setiap
bulannya, penuh semangat, dan pastinya tepat pada waktu yang sudah
ditentukan.”
Kemudian
ada konsekuensinya juga :
1.
Pelanggaran pertama, akan
diberikan peringatan
2.
Pelanggaran kedua, akan dikeluarkan #glek
Trus ada juga
adminnya bilang gini, “Admin akan melakukan BLOG INSPECTION pada tanggal 2
setiap bulannya untuk memastikan kelengkapan kewajiban. Yang belum lengkap
sampai tanggal 2, akan ter-kick out oleh admin.”
#jleb
Thursday, April 18, 2013
Rahim Kami, Pembuka Surga
Selepas
menyelesaikan dua tulisan yaitu #EdisiAbiOTW dan ‘Karena Perempuan Terkadang
Lupa Betapa Berharga Dirinya’, aku mengambil sebuah buku berjudul Sirrul Asrar karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani,
ternyata baru ku baca sinopsis dari sampul buku tersebut saja, karena ianya
masih tersegel dengan rapi. Bahkan masih ada beberapa buku yang bernasib sama,
mashaAllah. Serasa sedang menganak tirikan mereka, maaf. Cepat atau lambat, aku
akan berkhalwat satu per satu dengan kalian, insyaAllah.
Kembali ke
Sirrul Asrar, aku hanya mencapai bab ke tiga dari buku tersebut, aku
benar-benar butuh waktu yang lebih lama untuk mengintrepretasikan tiap kalimat
yang beliau sampaikan. Tiap untaian paragaraf dirangkai sedemikian rupa dari
berbagai ayat Quran, hadits , kitab-kitab klasik dan tentunya hasil cerapan
ilmu yang beliau miliki. Dan tak terasa jam sudah mendekati pukul satu dini
hari. Demi kelangsungan keseimbangan tubuhku, aku memaksa diriku untuk menutup
buku dan memejamkan mata. Lalu terbangun pukul empat, dan tahukah kalian apa
yang ada dibenakku saat itu? Aku katakan, “Astaghfirullah,
aku belum shalat ashar, sudah jam berapa ini!”. Ya begitulah, tingkat
kesadaran membuat shubuh dan ashar menjadi area abu-abu. Dan setelah aku
menyadari kebodohanku, aku tertawa dan kembali beristighfar, benar-benar
menggelikan, hha.
Sekarang jam
menunjukkan pukul 06.21 di pojok desktopku, ntah kenapa aku sangat ingin
menceritakan kembali beberapa kisah yang berkaitan dengan dua tulisan ku
sebelumnya, kisah-kisah ini mungkin telah banyak yang mengetahuinya, karena di
beberapa buku yang aku baca atau dari penyampaian orang lain telah banyak yang
membahas kisah inspiratif ini.
Akan aku mulai
dengan kisah Ashim bin Umar bin Khatab Ra :
Karena Perempuan Terkadang Lupa Betapa Berharga Dirinya
Tiap melihat
cover laman facebook diri sendiri, selalu ada bunga-bunga perasaan indah yang
melintas kemudian semakin merekah. Sebuah mimpi yang terlalu indah untuk
dibayangkan dan terlalu berkah untuk dimasuki. Sebuah
keluarga yang beralaskan Islam, berdindingkan keimanan dan beratapkan keridhoan
langit. Didalamnya selalu dibacakan kalam illahi Rabbi, didirikannya
sunnah Rasulullah SAW, dan diliputi kecintaan karena Allah semata. Masha Allah.
Benar-benar layaknya surga dunia.
Lalu kemudian
aku bercermin, layak kah seorang perempuan seperti diriku mendapatkan itu
semua? Namun tak ada jawaban layak atau tidak dari pantulan cermin itu, ia
hanya tersenyum dengan wajah sendu dan mengatakan, “Kalau
sekarang engkau merasa tak layak, maka buatlah dirimu layak mendapatkannya, karena
engkau seorang perempuan.” Aku cermati benar-benar kalimat darinya,
kemudian aku ikrarkan dalam hati, “Ya benar, aku harus membuat diriku layak,
karena aku seorang perempuan!”
Saudariku
tercinta, aku pernah membaca sebuah tweet yang mengutip pembicaraan antara
malaikat dan Allah. Namun kekuatan sanadnya tidak disebutkan secara jelas.
Suatu waktu malaikat bertanya, “Apa kekurangan wanita?”
Lalu Allah menjawab, “Hanya satu hal, wanita terkadang lupa betapa berharga
dirinya.” Wallahualam. Namun terlepas dari kekuatan sanad dari
percakapan ini, marilah kita garis bawahi pernyataan, ‘Wanita terkadang lupa
betapa berharga dirinya’ serta ucapanku yang mengatakan ‘Karena aku seorang
perempuan!’. Beberapa menit kedepan aku akan berusaha membuka sedikit kesadaran
kita semua sebagai seorang perempuan tentang betapa besarnya andil kita di
dalam dunia dan betapa seringnya kita melalaikan kemuliaan luar biasa yang
Allah sematkan ke hidup dan kehidupan kita.
#EdisiAbiOTW
Bismillahirahmanirahim,
jujur dari awal penulisan ini, penulis benar-benar belum memiliki bayangan akan
menjadi seperti apa tulisan ini akhirnya. Tulisan ini merupakan sebuah
permintaan khusus dari seorang kakak perempuan yang selalu berdiri dan menginspirasi
penulis selama ini. Baiklah, kita bahas dulu topik yang akan diangkat kali ini.
Semua ini
berawal dari liqo para akhwat angkatan 2010 di musholla, tiap hari Sabtu dengan
pembahasan yang berbeda-beda. Namun selalu ada satu pembahasan yang tak pernah
luput dari liqo kami, apalagi kalau bukan tentang pernikahan. Hehe. Begitulah
kenyataannya, obrolan tentang pernikahan serasa sebuah bahasan yang sangat
menarik dan tak ada habisnya. Kadang kami tersenyum malu-malu atau tertawa saat
membahasnya. Bahkan aku pernah mengatakan, “Kalo yii
punya anak nanti, mau dikasih nama Muhammad Al-Fatih”, lalu mendadak
Andam dan Devi dengan setengah berteriak mengatakan, “Aku juga mau ngasih nama
ituu!” (gubrak). Dan akhirnya disepakati bahwa kemungkinan besar anak laki-laki
kami nantinya memiliki nama yang sama yaitu Muhammad Al-Fatih, hanya berbeda di
panggilannya saja,
Sunday, April 7, 2013
Untukmu yang Mengkhianatiku
Ada
satu nama laki-laki yang pernah memenuhi kehidupanku secara totalitas. Saat itu
ia ‘seolah’ membuatku menjadi perempuan paling bahagia di dunia karena cinta
yang kami rasakan. Rasanya tak pernah sama sekali aku
menenggelamkan diriku dalam suatu samudra cinta yang terlihat tenang di
permukaan namun sangat bergejolak dibawahnya. Dia sosok yang sangat luar
biasa menurutku. Secara teoritis aku mengidamkan seorang pasangan dengan tipikal
romantis dan tidak monotone. Namun, hal itu benar-benar tak dipenuhi olehnya.
Mungkin jika dibandingkan dengan laki-laki sebelumnya, maka ia benar-benar
tidak romantis dan sangat monotone. Dan itulah aku, perempuan bernama Derry
Oktriana yang mendadak berubah menjadi sosok lain. Aku meyakinkan diriku bahwa
aku benar-benar mencintainya karena satu hal yang tak dimiliki oleh siapapun
sebelumnya, yaitu dia satu-satunya laki-laki yang mampu membuatku tersenyum
bahkan tertawa tanpa ia harus melakukan apapun. Menggelikan namun sangat aku
sukai segala percikan dari api cinta itu.
Satu
kalimat yang tepat meluluhkan pertahanan hatiku adalah saat ia mengatakan, “Ntah kenapa, aku sangat yakin bahwa kaulah tulang rusukku.”
Friday, April 5, 2013
Mereka Bilang Aku Aneh
Melakukan
suatu perubahan yang dianggap terlalu drastis bagi orang lain, mungkin terkesan
‘mengkhawatirkan’. Dan sedang terjadi pada hari-hariku. Baik itu orangtuaku,
kakak, abang ipar, tante-tante dan bahkan sepupuku. Serasa aku sedang melakukan
suatu tindakan asusila dan dihakimi secara sepihak. Benar-benar menggelikan.
Aku
percaya dan aku berterima kasih atas perhatian lebih yang mereka tambatkan
untukku. Aku tahu yang mereka inginkan hanyalah yang terbaik untukku. Namun aku
ingin katakan, “Jalan yang aku ambil, bukanlah hal yang salah dan patut
dicemaskan, percayalah, anak perempuan kalian ini merasa
jauh lebih baik sekarang.”
Kadang
aku tertawa saat mendengar celotehan mereka tentangku. Dibawah ini beberapa
kutipan pernyataan mereka kepadaku :
“Emang harus ya
kerudung gede dan lebar kayak gitu? Gak modis!” (di Al-Quran gitu sih katanya, emang yang penting itu di mata manusia atau di mata Allah
dear?)
“Jangan ikut aliran
macem-macem!” (ternyata kalo ada yang usaha jadi lebih bener langsung diduga
ngikut aliran macem2, trus yang gak ngikutin Al-Quran
itu aliran apa ya? #kalem)
Saturday, March 23, 2013
Rahasia Lilin dan Api
Aku
mengupdate sebuah personal message di handphoneku yang bertuliskan, “Saat engkau meniup api dari sebuah lilin dan seketika ia
padam, tahukah engkau kemana perginya api itu?”. Nah, sekarang coba Anda
baca sekali lagi pertanyaan itu lalu aku berikan waktu untuk berpikir sejenak.
Bagaimana? Sudah memiliki jawabannya? Baiklah, kita cocokkan jawaban-jawaban
Anda dengan berbagai macam jawaban dari teman-temanku. Dengan inisial saja yah,
yang merasa itu jawabannya, cuma mau bilang makasih karna udah mau jawab. Hehe.
(^_^)
Ada
temenku yang sama sekali gak mau mikir kayaknya dan ngejawab :
RB : Kemana
perginya yi? Aku gak tau (ini tipe ditanya malah
nanya balik,hihi)
Ada
lagi, yang jawab sambil ngegombal :
DDN : Apinya pergi bersama hilangnya kegalauan hati gw (ini jawab
sambil move on,hha)
AN : Pergi ke
awang-awang bersama bidadari di surga(ini tak
terdefinisi,wkwk)
Kalau
yang barusan bawa-bawa surga, yang satu ini lebih ekstrim :
PK : Ke neraka, wkwkwk (ini kebanyakan main api,hha)
Ada
juga yang jawabnya pendekatan ilmiah :
DIP : Berubah bentuk ya? (ini orang yang paham hukum
kekekalan energi,hoho)
RA : Hilang ditelan
James Watt (dia bilang ini kelirumonologi, kan seharusnya Thomas Alfa
Edison)
OPW : Kehirup yii
apinya, disaring di hidung, diolah di paru-paru,
dibuang ampasnya dari mulut, haha (ini anak sains murni kayaknya,wkwk)
Nah,
ada juga yang nyebelin banget jawabnya :
MR : Pergi jauh
ntah kemana menn, udah gak usah aneh-anehlah menn,
yang real-real aja (ini anak gaul yang jawab,haha)
Jawaban-jawaban
mereka itu semua udah cukup memenuhi harapan aku sesungguhnya. Sangat memenuhi
malah. Kenapa? Kita bahas satu jawaban yang paling mendekati ya
Tuesday, March 19, 2013
Sakit Jiwa
“Sakit
jiwa!!!”, dua kata yang beberapa bulan terakhir ini kerap
kali didengungkan di telingaku. Awalnya hanya segelintir orang yang
mengatakannya, yah hanya teman-teman sekitaranku dengan ungkapan, “Sakit jiwa lu Der!!!” atau “Lu
tuh freak banget Der!!!”. Dan responku hanyalah tertawa sambil
mengatakan, “Iye, udah hampir schizofren ini menn.” Tentu saja mereka semakin
menimpali dengan, “Emang udah sinting lu Der!!!”. Akhirnya
kamipun tertawa bersama, haha. Ntah apa yang ada di pikiranku, menertawai
diriku sendiri sepertinya. Perbuatan bodoh yang cukup menjadi rutinitas
belakangan ini.
Dan
sekarang, dua kata mematikan itu kembali menjadi perdebatan di meja makan. Aku
memiliki seorang abang sepupu bernama Maulana Okta Rheza, ia sedang mengambil
stase koasnya di bidang kejiwaan. Yah, dia seorang dokter muda dari Universitas
Trisakti. Mungkin ini kesekian kalinya dia mengatakan hal yang sama dan
berulang-ulang. Awalnya saat aku memangkas rambutku hingga tak lebih dari 2cm,
dia mengatakan “Lu depresi banget ya Der? Mending lu
cek dah ke dokter!”. Lalu sekitar beberapa minggu yang lalu ia katakan, “Lu tuh punya potensi besar buat sakit jiwa, asal ada
pemicu yang cocok aja, lu bisa-bisa sakit jiwa beneran, kalo udah sampe
schizofren, udah dah gak bakal sembuh lagi, percaya kata gua!”. Dan hari ini 19
Maret 2013,
Tuesday, March 12, 2013
The Inspiring True Love Story
Aku
baru saja
menghabiskan satu buku yang berjudul “Balada Cinta Suci
Ali-Fatimah” karya Badiatul Roziqin. Baru saja di bab pertama air mataku
telah mengucur dan hingga di pertengahan bab kedua air mataku telah menggenang
laksana banjir. Masha Allah, buku ini benar-benar meruntuhkan pertahananku,
mendesirkan kelembutan hati yang amat sangat dalam. Tak banyak yang dapat aku
katakan, namun aku akan mengutip sebuah hadits Rasulullah yang terdapat dalam
buku ini :
“Bila Fatimah tidak diciptakan, Ali tidak akan mempunyai isteri. Bila
Ali tidak diciptakan, maka Fatimah tidak akan memiliki pasangan.”
Begitulah
luar biasanya kedua pasangan ini hingga Rasulullah SAW banyak sekali menjadikan
mereka suri tauladan bagi umatnya. Mungkin telah banyak yang mengetahui bahwa
sebelum menikah dengan Ali, Fatimah telah dilamar oleh Abu Bakar dan Umar,
namun dengan halus Rasulullah berkata, “Tunggulah
ketetapan dari Allah.” Dan jawaban itulah yang menyadarkan Abu Bakar dan
Umar bahwa lamaran mereka ditolak. Lalu bagaimana dengan Ali? Dia sangat segan
untuk melamar Fatimah karena ia tak memiliki sesuatu apapun untuk dijadikan
mahar ditambah lagi dengan penolakan Rasul terhadap dua orang yang menurutnya
sangat layak sebagai pendamping Fatimah. Namun atas dorongan dari kerabat, Ali pun
memberanikan diri untuk menghadap Rasulullah.
Hari
itu Ali mengetuk pintu Rasulullah dan hendak mengutarakan niatnya melamar
Fatimah. Namun mendadak lidahnya kelu tak mampu mengucapkan sepatah katapun
saat Rasulullah berada di hadapannya.
Saturday, March 9, 2013
Karena Keperawanan Tak Kenal Chapter Kedua
Tulisanku
sebelumnya telah mempromosikan buku karangan Ustadz Felix Siauw yang berjudul “Udah Putusin Aja”. Kali ini aku ingin membahas
mengenai salah satu opini yang dikemukakan oleh beliau dalam bukunya tersebut.
Berhubung buku yang aku miliki sedang berhijrah dari satu tangan ke tangan yang
lain. Jadi pengutipan opini ini mungkin agak berbeda dari buku aslinya, namun
insyaAllah dengan maksud dan tujuan yang sama. Sudah siap? Ini bunyinya :
Seorang
laki-laki menginginkan calon istri yang baik MASA LALUNYA,
sedangkan
Seorang
perempuan menginginkan calon suami yang baik MASA
DEPANNYA
Nah,
bagaimana menurut pendapat kalian? Jika masih belum cukup paham, monggo dibaca
ulang opini tersebut. Keduanya memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu
mengenai calon pendamping hidup dan kehidupan. Namun ada perbedaan yang sangat
kontras disana, yaitu antara dua masa yang tentu saja berbeda. Karena masa lalu
adalah masa dimana segala hal, baik itu menyenangkan maupun menyedihkan ‘telah’ terjadi. Sedangkan masa depan adalah masa
dimana segala hal, baik itu menyenangkan maupun menyedihkan ‘belum’ terjadi. Layaknya seorang ulama pernah
berkata, “Sesuatu yang jaraknya paling jauh adalah masa
lalu, karena sedetikpun kita tak akan mampu kembali kepadanya”. Lalu
bagaimana? Apakah ini semua adil untuk para perempuan? Mari kita lanjutkan
pembahasan ini dengan sebuah paparan yang telah aku olah dari sebuah percakapan
dengan seorang laki-laki. Sehingga kita sebagai kaum Hawa dapat mengetahui
secara langsung sudut pandang dari seorang makhluk yang menyebut dirinya kaum
Adam ini.
Udah Putusin Aja
Felix Siauw, seorang ustadz yang baru
saja mengeluarkan buku yang berjudul “Udah Putusin
Aja”. Aku berusaha mencari buku ini di beberapa toko buku seputaran
margonda, namun tetap saja sudah sold out.
Dan pencarianku berakhir saat mengunjungi stan mizan di Islamic Book Fair
(IBF) pada hari Sabtu pekan lalu. Buku ini berwarna merah jambu, cukup mencolok
diantara buku-buku yang lain. Apalagi dengan sebuah judul kontroversial yang
dimilikinya.
Buku
ini sangat menarik, karena di visualisasikan secara
‘cerdas’ oleh Emerelda Noor Achmi. Sehingga tak hanya tulisan-tulisan
panjang yang akan kita temukan disana, melainkan halaman-halaman penuh warna,
gambar dan cara penulisan yang santai namun ‘jleb’. Selain
itu, kolom-kolom penulisan dibuat seperti sebuah majalah atau bahkan penyusunan
komik layaknya buku cerita anak-anak. Namun tentu saja isinya tidak remeh,
isinya sarat makna dan sangat berkualitas.
Akan
banyak sekali paparan yang ditulis secara frontal dan
memaksa hati dan logika kita untuk merenung lalu menyetujui hampir dari seluruh
bagian buku tersebut. Maka dengan sangat antusias, saya akan mengatakan
pada Anda. Beli dan baca buku ini, segera! Atau pinjam dari teman Anda yang sudah memilikinya. Dan bagi yang sudah
memilikinya harap meminjamkan kepada teman-teman Anda. Karena tak ada kebaikan
yang layak untuk ditunda, right? Percayalah, buku ini sangat bermanfaat hampir
untuk seluruh generasi. Baik tua maupun muda. Laki-laki maupun perempuan.
Remaja hingga tua renta. Jadi tunggu apalagi? Dibaca segera ya, hehe. (^_^)
Reborn of Derry Oktriana
Belakangan
ini aku sering sekali mematut diri di depan kaca lalu berbicara dengan pantulan
wajah di cermin itu. Atau duduk di atas sajadah setelah shalat sambil
berinteraksi langsung dengan diri sendiri. Kadang aku memanggilnya Oktriana,
kadang aku memanggilnya lengkap dengan sebutan Derry Oktriana atau kadang aku
menyebutnya saudara perempuanku. Hal ini kadang terasa aneh, namun lama
kelamaan menjadi hal yang lumrah bagiku. Karena ada
satu makhluk yang menemani kita selama ini namun jarang sekali kita dengarkan,
jarang sekali kita meminta maaf kepadanya. Dan makhluk itu adalah diri kita
sendiri.
Aku
sangat percaya dengan ungkapan yang mengatakan bahwa memaafkan kesalahan orang
lain jauh lebih mudah ketimbang memaafkan kesalahan diri sendiri. Dan hal ini
terjadi padaku. Kadang aku berfikir aku terlalu menuntut banyak pada jasad dan
jiwa ini. Ia terus-terusan mengabdikan dirinya pada orang-orang yang seharusnya
ia laknat mentah-mentah. Padahal secara fitrah dan kodrati manusia hanya dengan
mengingat Allah-lah hati akan menjadi tenang. Lalu untuk apa menuhankan orang
lain? Untuk apa menuhankan makhluk yang sama-sama berawal
dari setetes air yang hina?
Wednesday, February 20, 2013
Pernah Jatuh Cinta?
Pernah
jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Hati mendadak selalu berbunga-bunga? Semua
orang tiba-tiba memiliki wangi yang sama dengan parfumnya? Hati cetar-cetar
saat ada yang menyebut namanya? Atau mungkin ada yang sudah menjalin hubungan
terhitung lama, lalu dunia serasa hanya milik berdua, bahkan meyakini diri
bahwa memang dialah yang dijodohkan Allah untuk kita? Itulah salah satu bagian ‘kebahagiaan’ yang dirasakan oleh dua orang yang
sedang kasmaran.
Tapi tunggu
dulu, masih ada bagian lain yang tak boleh kita abaikan, yaitu bagian ‘kesedihan’. Kenapa? Karena suatu hubungan tak akan
pernah luput dari masalah. Kadang cemburu, salah paham, kurang komunikasi,
jarang bertemu, ngambekan, terlalu sibuk, posesif, dan masih banyak lagi. Yang harusnya
baik-baik aja, eh malah jadi masalah besar. Yang kecil dibesar-besarin, yang
besar malah makin dibesarin. Yang tadi judulnya bahagia mulai diliputi galau,
labil, murung sana-sini. Lelah deh. Hehe.
Aku pribadi
udah tau banget lika-liku hubungan yang disebut ‘pacaran’.
Gimana enggak, mantan udah punya beberapa, bahkan yang terakhir udah
serius banget ‘kayaknya’. Inget dan digaris
bawahi ya, ‘kayaknya’. Kalem aja kayak katanya
Yusuf Mansur. Hihi.
Tuesday, February 19, 2013
A Friend in Need is A Friend Indeed
Kali ini aku
hanya ingin mengutip beberapa pesan melalui sms, bbm atau beberapa komentar di
dunia maya. Semoga dengan ini, dapat terus mengingatkanku tentang mereka yang
masih ada saat aku terpuruk. Dan tentunya aku akan terus bangkit dengan hati
yang baru, jiwa yang baru dan segala pembaruan ke arah yang lebih baik. Karena
Allah ada disana. Bismillah.
Nama
pertama : Andam Dewi Pertiwi
Andam : Katanya, beras merah,
salmon, daging kalkun, & banana split bisa meningkatkan serotonin, senyawa
yang bisa bikin jiwa tenang dan bahagia, coba deh, hehe, tapi pakek doa aja,
gratis dan bisa sepuasnya lagi
Aku : Iyah ndam, kadang kita emang gak punya pundak untuk bersandar, tapi
inget aja kalo kita slalu punya tanah untuk bersujud :’)
Andam : Mantap, ini baru yang
namanya yii (^_^)
Nama kedua : Maya Sofia Suhendar
Maya : Yii kenapa? Tentor maya harus semangat n optimis dong kayak yii yang dulu
slalu nyemangatin Maya
Aku : *speechless*
makasih May :’)
Nama ketiga : Rohmah Ruyani
Kakak : Gimana kabar
Tanjungpinang yii?
Aku : Kabar pinang
baik kak, kabar adek nih yang mengkhawatirkan, hehe
Bacalah dan Berbahagialah
Tulisan ini
adalah tulisan yang ditulis dari sudut pandang pribadiku. Ditujukan kepada orang-orang
yang masih meragukan ‘kinerja alam semesta’ terhadap
hidup dan kehidupan kita. Semoga dengan sekelumit kisah yang akan aku paparkan
kali ini, dapat menginspirasi kita semua mengenai betapa Mahabijaksananya Allah
SWT. Amin.
Kisah pertama
dimulai dari sebuah musholla di fakultasku. Hari itu aku masih dalam keadaan sangat-sangat
terguncang dan benar-benar rapuh. Mungkin jika seluruh lagu sedih di dunia dikumpulkan
menjadi satu, belum juga cukup untuk mewakili kesedihanku. Setelah menunaikan
shalat sunnah Dhuha lalu dilanjutkan dengan tilawah, aku bermunajat kepada
Allah agar Dia berkenan memberi aku petunjuk. Untuk mengobati hatiku dengan
segera sebelum aku membinasakan diriku sendiri. Bersabar dan terus bersabar,
hanya itu yang bisa aku lakukan. Dan ntah kenapa, aku tiba-tiba sangat ingin
menyandarkan punggungku sejenak di lemari kaca yang berisikan buku-buku
perpustakaan Al-Azzam.
Tak lama
berselang, aku mendadak mengangkat tanganku dan mengambil salah satu buku di
dalamnya tanpa melihat ke dalam lemari buku. Saat aku meletakkan buku yang aku
dapati secara random itu tepat di hadapanku, aku sedikit kaget bercampur haru.
Kedua mataku langsung berkaca-kaca dan nafasku mulai tak beraturan. Kalian tau
kenapa? Karena alam semesta memberikan aku jawaban. Buku tersebut berukuran
agak kecil dan berwarna ungu. Dan di sampul depannya tertulis, “Wahai Kaum Wanita Jangan Bersedih, Jadilah Anda Wanita yang
Paling Bahagia”. Sebuah karya luar biasa dari Dr.‘Aidh bin ‘Abdullah
Al-Qarni.
Tak perlu
waktu lama untuk aku melahap habis lembar demi lembar yang diisi dengan
senyuman, tawa kecil hingga tangis penuh syukur dan bahagia. Kini biarkan aku mengutip
bagian persembahan dari buku ini :
Sunday, February 17, 2013
Kalian juga Keajaiban
Alhamdulillah.
Kata ini yang aku gunakan untuk memulai seluruh tulisan ini nantinya. Sebuah tulisan
yang diisi dengan penuh rasa syukur atas segala keajaiban hidup yang Allah
titipkan padaku. Akan ada beberapa nama yang menghiasi tulisan kali ini. Beberapa
orang teman sebaya dan seniorku.
Mungkin harus
dimulai dengan satu nama anak perempuan yang duduk tepat disampingku saat mata
kuliah Farmasi Fisika. Sebuah mata kuliah yang menjadi pembuka di tahun
pertamaku menjadi seorang mahasiswi jurusan farmasi di Universitas Pancasila. Anak
ini bernama, Andam Dewi Pertiwi. Gadis yang
tampak sederhana, ramah dan cenderung tak banyak bicara. Tapi tentu saja itu
hanyalah sebuah kesan pertama. Karena setelah ini akan banyak perubahan
pandangan yang akan aku lemparkan tentang dirinya. Hehe.
Ya, Andam Dewi
Pertiwi. Ntahlah, aku bingung harus menulis apa tentangnya. Dia seperti seorang
teman yang komplit untukku. Dia sosok periang, cerdas dengan kalimat-kalimatnya
yang kadang tak pernah terfikirkan olehku, ditambah lagi dengan berbagai
gombalannya yang berbau farmasi. Dia benar-benar sosok gadis yang menyenangkan
menurutku. Yah meski kadang ia terkesan menyebalkan karena kesibukannya yang
slalu membuatnya harus mampir alias ‘nyangkut’ disana-sini. Ditambah lagi
dengan sifat moodnya yang kadang-kadang mendadak berubah. Dia juga memiliki
masalah dengan ketelitian, sedikit gugup dan kadang mengambil keputusan yang
kurang rasional menurutku. Tapi ada satu hal yang akan aku ingat tentang
dirinya, dialah yang menginspirasiku untuk meninggalkan semua celana jeans yang
aku punya. Menggantinya dengan setelan rok atau gamis. Dan
aku sebut ini ‘revolusi’ bukan ‘evolusi’ yang berjalan lambat.
Saturday, February 16, 2013
Keajaiban itu Aku
Pernah
merasakan keajaiban? Atau pernah merasakan dikelilingi oleh keajaiban? Aku
teringat sebuah kalimat Albert Einstein yang mengatakan bahwa ada dua cara
untuk menjalani kehidupan, pertama menganggap keajaiban itu tidak ada, kedua
mengganggap semuanya adalah sebuah keajaiban. Menurut Anda, apa yang akan
terjadi selanjutnya? Ya, tentu saja jika kita memilih pilhan kedua, aku akan
mengatakan dengan lantang kepada Anda, “Selamat
menikmati keajaiban.” Karena hidup adalah pilihan, apa yang Anda rasakan
dan Anda percayai adalah hal-hal yang memiliki kekuatan untuk terwujud. Itu
nyata.
Mungkin harus
ada contoh konkrit yang menunjukkan bagaimana keajaiban itu dapat terjadi. Bisa
dimulai dari diri sendiri, orang-orang terdekat kita atau melalui biografi
tokoh-tokoh tertentu. Kali ini aku akan membahas dari sudut pandang pribadi
seorang Derry Oktriana.
Keajaiban,
sebuah kata yang indah saat diucapkan. Memiliki sebuah daya magis yang tak
mampu terdefinisi secara totalitas. Ada kekuatan Allah
disana. Layaknya risalah langit yang turun melalui jemari para malaikat.
Dan telah tertulis secara megah dalam Lauhul Mahfudz.
Tulisan kali ini
akan membawa Anda untuk mencermati lebih dalam dengan hati nurani tentang
segala keajaiban yang terjadi dalam hidup dan kehidupan Anda sendiri. Sebelumnya
aku berharap Anda akan melakukan hal-hal yang aku tulis setelah ini. Janji ya.
Hehe.
Saturday, February 9, 2013
Aku Sudah Tidak Sedih Lagi
6 Februari
2013. Aku mengawali hari ini dengan satu nafas panjang yang sangat berat dan
tersekat di kedua rongga rusukku. Aku melakukannya lagi, suatu monolog yang tak
kunjung usai. Atas nama kelemahan keperempuananku dan atas nama seorang wanita
yang meletakkan perasaan jauh di atas logikanya. Tak satupun air mata akan kubiarkan
jatuh untuk hari ini. Tapi, tetap saja. Aku seolah sedang mati untuknya.
Potongan hati ini berserakan dengan mengucurkan luka darah. Mereka mengatakan, “Aku mengerti, karena kau seorang perempuan sama sepertiku.” Aku
terdiam dan membiarkan kalimat itu terputar berulang-ulang dalam pendengaranku.
Lalu aku terbentur pada suatu dinding besar yang membuatku teramat sangat ingin
berteriak, “Kalau begitu, sebagai seorang perempuan, sekarang katakan padaku
bagaimana aku harus menghadapinya, apa yang harus perempuan ini lakukan? Tunjukkan aku bagaimana caranya menghentikan pisau yang terus
bergerak dan menyayat jiwaku ini.”
Namun, tentu
saja teriakan itu hanya karam dalam batinku. Banyak yang ingin aku katakan,
tapi aku lebih memilih diam, mengubur semuanya rapat-rapat hanya untuk diriku
seorang.
Shahzadi Ibadat
Lamunan macam
apa ini, sebuah lamunan yang membenturkan kembali jiwaku pada masa lalu yang
ingin aku tentang secara totalitas. Teriakan itu mengguncang nadiku, melemahkan
kembali pertahanan yang selama ini aku bangun. Pertanyaan
bodoh tentang cinta yang dilontarkan kepadaku. Apa yang harus aku
katakan mengenai itu semua? Mereka ingin mendengar jawabanku kini atau yang
dahulu? Aku bukan perempuan yang sama layaknya beberapa tahun yang lalu.
Perempuan yang selalu mendongakkan kepalanya, merasa dirinya wanita paling
beruntung sedunia karena dikelilingi nikmat kehidupan yang tak banyak orang
memilikinya. Seorang perempuan yang bersinar dan dikenal. Seorang perempuan
yang menentukan pilihan dengan jari telunjuknya kemudian mebuangnya begitu saja
apabila ia sudah tidak berkenan. Perempuan yang menganggap bahwa pembalasan itu
haruslah dia yang melakukannya dengan kedua tangannya sendiri.
Tapi lihatlah
sekarang, perempuan ini menjelma menjadi sosok lain. Pandangannya cenderung
tertunduk sekarang. Ia lepaskan segala jubah kesombongan yang semata-mata
hanyalah milik Allah. Ia berusaha menyederhanakan rasanya, tutur katanya dan
pakaiannya. Ia rendahkan dirinya karena pilihan sedang
tidak memihak padanya. Nasib sedang bersekongkol melawan jiwanya yang terlanjur
luluh lantak.
Pemakaman Untukmu
Aku merasa
menjadi seorang pengkhianat tiap menit ke menit. Sebuah pengkhianatan terhadap
diri sendiri yang terus berlangsung tanpa jeda. Aku teringat di hari itu, hari
dimana aku kehilangan seorang perempuan dan tlah aku
kuburkan tepat di bawah kedua kakiku. Dia menangis dan meronta memohon
pertolongan dan belas kasihan. Tapi aku tak membiarkannya, dengan tangis dan
darah yang masih mengalir, aku menguburkannya hidup-hidup. Aku tlah menyiapkan
lubang pemakamannya jauh sebelum hari ini, hanya saja keberanian itu baru ku
rengkuh. Aku membiarkannya mati. Mati sesegera mungkin di bawah sana. Karena
penduduk bumi hanya akan membunuhnya secara perlahan. Aku benar-benar tak tahan
melihat itu semua. Biarkan aku yang menjadi penjahat demi ketenangan dirinya,
aku bungkam teriakannya, aku hentikan tangisnya, dan aku balut seluruh perih
lukanya. Kini dia sudah terdiam, membeku dengan mulutnya yang mengatup rapat.
Tapi butiran air mata itu masih menggenangi kuburnya. Ternyata luka itu masih
bersemayam dalam jiwanya. Jasadnya boleh mati namun hatinya masih rapuh dengan
luka yang menganga.
Suatu hari
jiwa itu akan bangkit dari kuburnya. Memenuhi panggilan Sang Pencipta. Atau aku
yang harus membongkar kuburnya dan membiarkan ia hidup kembali?
Penduduk Bawah Tanah
Langit tampak
pekat dengan hitamnya kelam, siang sudah berganti malam, terang sudah ditelan
gelap. Untung saja bulan sedang purnama, ada cahaya tegas melingkar di sudut
sana. Angin sepertinya enggan berhembus, tak ada satupun daun yang bergerak.
Hanya jangkrik yang menyanyikan lagu sendu tak berujung. Kelelawar keluar dari
sarangnya, saatnya bangun dan terbang bebas mengisi kekosongan perutnya.
Malam hari,
benar-benar mewakilkan suasana peristirahatan kita nantinya. Gelap, sunyi, dan
digerogoti ketakutan. Aku ingin berlari ke sebuah pemakaman sekarang, duduk di
salah satu makam yang letaknya agak tinggi, lalu melihat ke sekeliling. Pasti sangat menakjubkan merasakan hawa kehadiran penduduk
‘bawah tanah’, bukankah berbicara dengan penduduk bumi hanya menambah luka dan
tetap tak mengobati?
Jemput Aku dengan Cara-Mu
13 Januari
2013, jemariku terhenti seketika. Tak kutemukan satu katapun yang dapat
menggambarkan keadaan jiwa terdalamku sekarang. Aku benar-benar tidak menyukai
periode bulanan ku harus datang secepat ini. Aku membutuhkan kenikmatan shalat
sekarang, namun kenikmatan itu terenggut karena ketidak suciannya jasad ini.
Allah, hentikan darah ini. Aku benar-benar ingin rukuk dan sujud dihadapanMu.
Esok, ntah apa yang akan terjadi esok hari. Ntah kenapa, kepulangan ku kali ini
masih menyisakan rasa tidak nyaman. Rasanya tak ingin pulang ke bumi segantang
lada lagi, benar-benar tak ingin menyatukan diri dengan tanah. Ada sebersit
keinginan untuk mendaki ke atas langit, naik hingga ke Arsy dan bertemu
denganMu. Tapi apa daya, memikirkan kematian saja membuatku menangis ketakutan
akan siksaanmu. Tolong, kasihani aku. Ampuni aku. Matikan aku dalam keadaan
khusnul khotimah. Matikan aku dalam keadaan berbaik sangka akan takdirMu.
Jujur, ketakutan ini semakin menjadi. Aku takut Kau meninggalkanku. Aku takut
tak dapat bertemu dengan Rasulullah. Aku takut. Aku takut. Aku takut.
Ku pejamkan
mataku sejenak, merasakan kehadiranMu. Aku ingin bebas. Bernafas lega.
Tersenyum bahkan tertawa. Aku ingin menjadi wanita
paling bahagia di dunia karena aku mencintaiMu dan Kau membalas cintaku dengan
segala sesuatu yang jauh lebih luar biasa. Aku ingin mereka melihat
bahwa Kau lah yang membuatku bebas dan semakin kuat.
Hijrah? Bismillah
Kamis, 10
Januari 2013. Sore itu awan mendadak kabut, langit mendadak gelap diiringi
hembusan angin yang mengandung serpihan hujan. Kami meluncur ke suatu rumah
yang bersebelahan dengan sebuah masjid. Rumah yang memberikan kesan tentram dan
damai di dalamnya. Dengan kepala tertunduk dan berusaha menyembunyikan bulir-bulir air dari sudut mataku, aku merangkai
kata demi kata untuk menggambarkan keadaan jiwaku saat ini. Beliau mengatakan
banyak hal, sembari menanggapi blog yang berisi belasan postingan teriakan
batinku. Ntah hal apa yang harus ku tulis kini, seluruh kalimatnya
berputar-putar di alam bawah sadarku. Aku tau benar tentang semua yang akan dan
telah beliau katakan. Keberanian yang kubawa saat itu hanyalah untuk
mendengarnya langsung dari mulut beliau. Aku telah berjanji di ashar itu,
apapun yang akan beliau katakan dan anjurkan padaku akan ku jadikan bentuk
tawakkal dan keridhoanku. Bukankah selama ini aku berharap Allah memberikan
jawaban frontal bagiku? Inilah dia, ku anggap beliau sebagai sosok perantara
Allah kepadaku.
Muhasabah Cintaku
Muhsaf itu
masih terbuka, sajadah masih terbentang, dan mukenah belum tersingkap. Tanganku
meraih netbook lalu terlihat di sudut bawah layar, 5 Januari 2013, 12:49. Sudah
tahun 2013, bagaimana jika aku menggangap tahun ini 2012a? Haha. Bukankah
banyak orang yang menganggap angka 13 itu membawa kesialan? Tapi sepertinya aku
tidak termasuk orang-orang seperti mereka. Aku dengan sepenuhnya sadar memesan
tiket penerbangan tanggal 13 Januari 2013. Angka
bagus untuk memulai semuanya atau angka bagus
untuk mengakhiri semuanya? Aku benar-benar harus
berfikir keras tentang hal itu. Semoga Dia segera memberikan aku petunjuk.
Amin.
Kini diawali
dengan senyum merekah, aku memutar lagu Edcoustic-Muhasabah
Cinta. Dan aku tau pasti, senyuman ini akan berakhir dengan tangisan
ketakutan penuh harap akan ridhoNya.
“Wahai pemilik
nyawaku, betapa lemah diriku ini, berat ujian dariMu, kupasrahkan semua padamu.” Yak, tak perlu menunggu lama, aku tersenyum sambil
mengalirkan butiran hangat ini lagi dan lagi. Dulu, aku selalu menangis
terisak-isak di hadapanMu. Sekarang? Tidak. Aku sudah berhasil menangis sembari
tersenyum bahkan tertawa di hadapanMu. Aku berteriak padaMu sekarang, jika guru
hanya diam saat mengawasi ujian para muridnya. Maka mungkin sekarang Kau juga
sedang diam dan mengawasi ujianku ini. Lalu pertanyaannya adalah, “Kapan ujian ini berakhir? Kapan Kau akan membunyikan bel
tanda berakhirnya ujian ini?”
Subscribe to:
Posts (Atom)