Kamis, 10
Januari 2013. Sore itu awan mendadak kabut, langit mendadak gelap diiringi
hembusan angin yang mengandung serpihan hujan. Kami meluncur ke suatu rumah
yang bersebelahan dengan sebuah masjid. Rumah yang memberikan kesan tentram dan
damai di dalamnya. Dengan kepala tertunduk dan berusaha menyembunyikan bulir-bulir air dari sudut mataku, aku merangkai
kata demi kata untuk menggambarkan keadaan jiwaku saat ini. Beliau mengatakan
banyak hal, sembari menanggapi blog yang berisi belasan postingan teriakan
batinku. Ntah hal apa yang harus ku tulis kini, seluruh kalimatnya
berputar-putar di alam bawah sadarku. Aku tau benar tentang semua yang akan dan
telah beliau katakan. Keberanian yang kubawa saat itu hanyalah untuk
mendengarnya langsung dari mulut beliau. Aku telah berjanji di ashar itu,
apapun yang akan beliau katakan dan anjurkan padaku akan ku jadikan bentuk
tawakkal dan keridhoanku. Bukankah selama ini aku berharap Allah memberikan
jawaban frontal bagiku? Inilah dia, ku anggap beliau sebagai sosok perantara
Allah kepadaku.
Seorang hafidz Al-Quran dan mendalami siroh Nabawiyah.
Seorang hafidz Al-Quran dan mendalami siroh Nabawiyah.
Seluruh hal
yang beliau sampaikan, mengalir lembut hingga relung terdalam jasadku. Tidak
mendiskreditkan apapun, menguatkanku untuk bergerak kedepan namun tetap
berusaha menyentuh sisi perempuanku yang lemah dan rapuh ini. Beliau seolah tak
memaksaku untuk bangkit, yang beliau lakukan adalah mengajakku bangkit,
mengambil segala isyarat yang Allah berikan padaku. Beliau tak membiarkan
secuil rasa sakitpun boleh menghampiriku lagi. Aku harus bangkit dan bergerak kedepan
bahkan berlari. Dan segala hal yang sudah berada dalam tahap sekompleks ini
harus dihadapi dengan cara-cara yang ekstrim pula.
Beberapa hal
yang harus aku lakukan adalah :
1.
Mengikhlaskan semua yang telah berlalu dan ridho
dengan segala kehendakNya
2.
Memaafkan diri sendiri dan berfokus pada
perbaikan ruh dan jiwa di hadapanNya
3.
Bersabar atas penzaliman orang lain dan
memaafkan mereka
4.
Melenyapkan segala hal yang ada sangkut-paut
dengannya dari kehidupan
5. Berhenti menyakiti diri sendiri dengan menutup
mata dan pendengaran tentangnya baik dunia nyata maupun dunia maya
6.
Berhenti mendapat belas kasihan, karena hanya
Allah lah tempat menadah tangan dan memohon pertolongan
7.
Senantiasa memelihara kedekatan dengan Allah
melalui peningkatan ibadah
Itulah
beberapa hal yang dapat kupetik dari silaturahim yang damai dan mendamaikan
sore itu. “Sudah siap?”, tanya beliau kepadaku. “Harus siap”, dengan nada lirih dan berusaha
menguatkan hati jawabku. Bismillah ya bismillah,
yang akan terus aku ucapkan agar tiap helaan nafas ini tetap diisi dengan rasa
syukur padaNya.
No comments:
Post a Comment