“Demi waktu dhuha dan demi malam apabila telah sunyi”, penggalan ayat ini selalu membuatku tersenyum haru penuh syukur.
Bagaimana tidak? Mungkin ini adalah hadiah terbaik yang pernah diberikan oleh
seorang makhluk padaku. Aku ingat benar di malam itu, Jumat 29 Maret 2013, di
salah satu ruang VIP Gelora Bung Karno, setelah menunaikan shalat maghrib dan
isya berjamaah, kami semua berkumpul untuk mendengarkan arahan mengenai acara
puncak esok hari. Ini adalah salah satu rangkaian kegiatan Wisuda Akbar ke 4 yang diselenggarakan oleh PPPA Daarul
Qur’an. Segala puji hanya bagi Allah yang menempatkanku diantara mereka
semua, aku menjadi salah seorang relawan dalam acara luar biasa ini.
Semua
ini berawal dari tweet Ustadz Yusuf Mansur yang akan menyelenggarakan wisuda
akbar para hafidz dan hafidzah seluruh Indonesia khususnya surah Al-Baqarah
ayat 1-50 dan surah An-Naba. Acara ini membutuhkan sejumlah relawan, awalnya
aku hanya membaca sekilas tweet tersebut, dan terbersit dalam hatiku, “Andaikan aku bisa menjadi salah satu diantara para relawan
itu, betapa beruntungnya aku.” Beberapa hari berselang, aku mengetahui
bahwa salah seorang temanku telah diterima menjadi tim relawan di bagian
kesehatan. Aku bergegas menghubungi panitia dan mendaftarkan diri sebagai seorang
relawan juga. Namun sayang, panitia tersebut mengatakan bahwa tak ada tempat
lagi untuk seorang akhwat, mereka hanya menyisakan beberapa tempat lagi untuk
ikhwan. Baiklah, dengan ikhlas aku merelakan kesempatan luar biasa itu. Aku
katakan padaNya, “Ya Rabb, andaikan itu memang rezekiku
untuk menjadi bagian dari acara tersebut, maka bukakanlah jalannya sesuai
kehendakMu, namun jika memang bukan rezekiku semoga Engkau menggantikannya
dengan yang lebih baik.”
Selepas
ashar tepat sehari setelah penolakan dari panitia, dia menghubungiku kembali
dan menanyakan apakah aku bisa meluangkan waktu dimulai pada tanggal 23 dan 24
Maret 2013. “InsyaAllah bisa”, kataku padanya. Dan begitulah cara Allah, aku
resmi menjadi salah seorang relawan untuk acara penuh berkah ini, aku
ditempatkan di tim gerai sedekah. Pada tanggal 23 Maret, kami mendapat
pengarahan di PPPA Daarul Qur’an dan pada tanggal 24 Maret kami memulai tahap
uji coba di Masjid Istiqlal dengan jumlah jamaah yang terhitung masih sedikit
dibandingkan acara puncak nanti di GBK.
Kegiatan
di Masjid Istiqlal ini adalah kajian bulanan yang biasa diisi oleh Ustadz Yusuf
Mansur tiap minggu ke empat. Hari itu dipenuhi oleh para syeikh yang berasal
dari berbagai penjuru dunia, dengan berlatar belakang pekerjaan yang berbeda-beda.
Suatu majelis yang luar biasa, ntah berapa kali bulu kudukku berdiri dan hatiku
bergetar penuh rasa syukur. Berbagai kisah yang disampaikan bergantian oleh
para syeikh, ustadz dan tokoh-tokoh agama lainnya hingga doa-doa yang mereka
lantunkan untuk kami semua.
Aku
ingat saat Ustadz Yusuf Mansur bertanya kepada para jamaah dengan gaya khas ala
YM, “Siape yang disini belom pada nikah? Coba yang mao
nikah ngacung.” Dengan gerakan refleks tanpa memikirkan para ibu-ibu dan
nenek-nenek yang berada di sekitarku, aku mengangkat tanganku setinggi mungkin,
aku benar-benar bersemangat saat itu, haha. Kemudian Ustadz Yusuf Mansur
mengangkat tangannya dan berdoa untuk kami semua. Beliau juga mengatakan pada
jamaah ikhwan untuk mendoakan jamaah akhwat yang belum menikah agar didekatkan
jodohnya, diberi pasangan yang sholeh, begitu pula sebaliknya. Hingga beliau
mengatakan, “Kalo ente doanya supaya jodohnye akhwat yang hadir di majelis ini
juge boleh, pan lumayan dapet jodoh jamaahnya Yusuf Mansur.” Haha, ada-ada aja
tuh Ustadz.
Salah
satu pelajaran yang sangat terpatri dalam hatiku adalah tiga hal luar biasa
yang harus kita lakukan agar keinginan kita terkabul, yaitu ‘Berdoa, Mendoakan dan Minta Didoakan’. Bukankah telah
terukir dengan jelas mengenai janji-janji Allah pada kita umatNya? Tak ingatkah
kita pada beberapa surah yang berisi janji Allah bahwa Dia akan mengabulkan doa
kita?
“Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepadaKu,
niscaya akan
Kuperkenankan bagimu’.”
(QS Al Mukmin ayat 60)
“Dan apabila hamba-hamba Ku
bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya
Aku adalah dekat.
Aku
mengabulkan permohonan orang yang mendoa
apabila ia
berdoa kepadaKu.”
(QS Al Baqarah ayat 186)
Dan
begitu pula apabila kita mendoakan saudara-saudara kita, ianya tak akan mengurangi
pengabulan doa kita dan sama sekali tak merugikan diri kita. Rasulullah salallahu
‘alaihi wassalam pernah bersabda :
“Doa seorang muslim untuk
saudaranya secara gaib adalah mustajab.
Di depan kepalanya terdapat
malaikat yang diwakilkan.
Setiap kali ia berdoa untuk
saudaranya,
maka malaikat yang diwakilkan
untuknya tersebut berkata,
‘Amin, dan
engkau akan mendapatkan yang sama dengannya’.”
(HR. Muslim)
Kemudian
setelah kita berdoa dan mendoakan saudara-saudara kita, kedahsyatan pengabulan
doa akan semakin kita rasakan setelah kita meminta secara tulus doa dari
orang-orang di sekitar kita, terutama orang-orang yang memiliki kedekatan
dengan Allah. Ntah itu ibu kita, ayah kita, keluarga kita, sahabat-sahabat
kita, guru-guru kita, para ulama dan siapapun itu. Hal inilah yang membuatku
sangat haus untuk hadir dalam berbagai majelis ilmu dan agama, karena ianya
dipenuhi doa-doa penuh berkah dari para alim ulama dan diaminkan oleh banyak
orang termasuk malaikat-malaikat yang tak terlihat oleh mata kita. InsyaAllah.
Kembali
ke acara wisuda akbar, aku tak pernah membayangkan malam itu akan bertabur
keberkahan yang teramat sangat. Setelah pengarahan dari jajaran eksekutif
Daarul Qur’an, mendadak seluruh orang berdiri dengan antusias. Ada keheningan
sekaligus getaran antara aku dan diriku. Beliau berjalan ditengah-tengah kami,
antara kerumunan ikhwan dan akwat yang membelah hijab diantara kami. Dengan
didampingi Ustadz Yusuf Mansur, beliau berjalan dengan penuh kewibawaan dan
senyum merekah yang dihiasi wajah berseri-seri. Ntah aku perempuan bodoh yang
terlalu berlebihan atau memang itulah cahaya yang terpancar dari wajahnya.
Beliau berjarak kurang dari 2 meter dariku. Beliau adalah Syeikh Al-Ghamidi,
seorang imam besar dar Arab Saudi dan pernah menjadi imam di Masjid Nabawi
maupun Masjidil Haram. Sempat diberitakan bahwa beliau ditawari menjadi imam
besar di Masjidil Haram, namun demi memenuhi permintaan orangtuanya, beliau
tetap menjadi imam di daerah kelahirannya, Dammam.
Malam
itu beliau berdiri di depan kami semua, Ustadz Yusuf Mansur mengatakan pada
kami bahwa beliau akan memberi sebuah hadiah. Tak
pernah terbayangkan bahwa beliau akan menghadiahkan bacaan surah Ad-Dhuha.Seolah
ada magnet antara aku dan beliau, tak dapat dipungkiri bahwa selama ini
murottal beliaulah yang mengisi seluruh gadget yang aku miliki dan aku
dengarkan hampir setiap hari. Dan malam itu, beliau melantunkannya secara
langsung tepat di hadapanku. Allahu Akbar, ntah apa yang akan Allah lakukan
lagi setelah ini. Sangat lembut, indah dan menggetarkan jiwa. Mungkin memang
inilah hadiah terbaik dari seorang makhluk untukku.
Setelah
itu, Ustadz Yusuf Mansur menanyakan pertanyaan yang sama seperti di Istiqlal, “Siape yang disini belom pada nikah? Coba yang mao nikah berdiri.”
Dan sekali lagi, aku melakukan hal yang sama, bahkan kali ini lebih dari itu,
beliau meminta kami berdiri. Haha. Hampir semua dari kami berdiri dengan sigap.
Ada tawa renyah dan senyum malu-malu diantara para relawan. Akhirnya Ustadz
Yusuf Mansur membisikkan sesuatu di telinga Syeikh Al-Ghamidi, kemudian beliau
mengatakan, “Nah sekarang ente-ente semua bakal di
doain langsung dari Syeikh Al-Ghamidi, supaya dapet jodoh yang paling baek dari
Allah.”
Dengan
khidmat penuh keheningan, beliau memimpin doa tersebut, aku mendengar ucapan
amin berkali-kali dari seluruh relawan dengan sangat khusyuk. Ada aliran air
yang membasahi pipi-pipi kami. Sejujurnya aku tak tahu benar arti dari seluruh
doa yang beliau lantunkan, namun ada getaran yang tak mampu didefinisikan di
saat itu, yang aku tahu dan yakini dengan pasti bahwa beliau hanya mendoakan
segala hal penuh kebaikan dan keridhoan dari Allah. Benar-benar kesempatan luar
biasa dan harus aku syukuri. Aku belum pernah menginjakkan kakiku di Masjidil Haram,
Masjid Nabawi atau berbagai daerah di Arab Saudi. Namun kini, beliau yang
menghampiri kami dari jarak ribuan mil dan berdiri dengan khusyuk mendoakan
kami semua. Masya Allah, Allah benar-benar bermurah hati padaku.Barakallah for you ya Syeikh. Barakallah.
Keesokan
harinya, di hari puncak acara Wisuda Akbar ini, puluhan bahkan ratusan ribu
orang memenuhi Gelora Bung Karno. Jika selama ini hanya diisi oleh teriakan
penonton sepak bola atau kericuhan hingga tindakan anarkis para supporter. Maka
di hari itu, Sabtu, 30 Maret 2013, seluruh orang melantunkan ayat suci
Al-Quran, seolah sayap para malaikat menyelimuti GBK dan menjulang hingga ke
Arsy.
Semoga
Allah memberikan berbagai kesempatan lagi untuk kita agar dapat berkumpul di
majelis-majelis seperti ini. Semoga Allah memberi limpahan rahmatNya bagi
Ustadz Yusuf Mansur, para syeikh yang hadir, para panitia dan relawan yang
dengan ikhlas membantu, para jamaah yang hadir dari seluruh Indonesia bahkan
mancanegara, hingga seluruh umat muslim di dunia. Semoga semangat juang Ustadz
Yusuf Mansur yang menggalakkan ‘One Day One Ayat’ dapat
mewujudkan generasi umat muslim khususnya Indonesia
yang dipenuhi oleh para penghafal Quran, amin amin insyaAllah.
Baiklah,
akan aku akhiri tulisan ini dengan sebuah munajat pada Zat Pencipta semesta.
Semoga dengan diaminkan oleh para pembaca dapat memperkuat terkabulnya doa-doa
ini. InsyaAllah.
“Ya Allah ya Rabb, hati kami
menunduk penuh harap dan rasa takut akan keridhoanMu. Biarkan kami menikmati
nikmat akan iman dan Islam ini hingga penghujung nafas kami. Bukakan seluruh
pintu keberkahanMu dan jalan-jalan kesempatan untuk berada diantara para
sholihin sholihat baik di dunia maupun di akhirat.
Biarkan kami mengisi sisa usia kami dengan berjuang di atas jalanMu yang lurus.
Biarkan sisa usia kami dipenuhi dengan mengkaji seluruh kalam dan sunnah
RasulMu. Jadikan kami teguh mengemban misi dakwah ini. Kokohkan pundak kami dan
luaskan hati serta akal kami dalam menyerap dan mentransfer segala ilmu yang
bersumber dariMu. Sungguh ya Rabb, kami memohon dengan sangat. Amin amin ya
Rabbal ‘alamin.”
No comments:
Post a Comment