Tiap melihat
cover laman facebook diri sendiri, selalu ada bunga-bunga perasaan indah yang
melintas kemudian semakin merekah. Sebuah mimpi yang terlalu indah untuk
dibayangkan dan terlalu berkah untuk dimasuki. Sebuah
keluarga yang beralaskan Islam, berdindingkan keimanan dan beratapkan keridhoan
langit. Didalamnya selalu dibacakan kalam illahi Rabbi, didirikannya
sunnah Rasulullah SAW, dan diliputi kecintaan karena Allah semata. Masha Allah.
Benar-benar layaknya surga dunia.
Lalu kemudian
aku bercermin, layak kah seorang perempuan seperti diriku mendapatkan itu
semua? Namun tak ada jawaban layak atau tidak dari pantulan cermin itu, ia
hanya tersenyum dengan wajah sendu dan mengatakan, “Kalau
sekarang engkau merasa tak layak, maka buatlah dirimu layak mendapatkannya, karena
engkau seorang perempuan.” Aku cermati benar-benar kalimat darinya,
kemudian aku ikrarkan dalam hati, “Ya benar, aku harus membuat diriku layak,
karena aku seorang perempuan!”
Saudariku
tercinta, aku pernah membaca sebuah tweet yang mengutip pembicaraan antara
malaikat dan Allah. Namun kekuatan sanadnya tidak disebutkan secara jelas.
Suatu waktu malaikat bertanya, “Apa kekurangan wanita?”
Lalu Allah menjawab, “Hanya satu hal, wanita terkadang lupa betapa berharga
dirinya.” Wallahualam. Namun terlepas dari kekuatan sanad dari
percakapan ini, marilah kita garis bawahi pernyataan, ‘Wanita terkadang lupa
betapa berharga dirinya’ serta ucapanku yang mengatakan ‘Karena aku seorang
perempuan!’. Beberapa menit kedepan aku akan berusaha membuka sedikit kesadaran
kita semua sebagai seorang perempuan tentang betapa besarnya andil kita di
dalam dunia dan betapa seringnya kita melalaikan kemuliaan luar biasa yang
Allah sematkan ke hidup dan kehidupan kita.
Sebelumnya,
marilah kita lihat gambar dibawah ini, yang akan mewakili seluruh rentetan
tulisan ku nantinya.
Jika sulit
membaca karena resolusinya yang kecil, akan aku kutip pernyataan dalam gambar
tersebut :
When she is a
DAUGHTER she opens a door of Jannah for her father, when she is a WIFE she completes
half of Islam with her husband, when she is a MOTHER Jannah lies under her
feet. If everyone knew the true status of a muslim women. Even the men would
want to be women. (Syakh Akram Nadawi)
Ukhti fillah,
begitulah mulianya seorang perempuan di mata Islam. Mari kita merenungkan
bersama perjalanan hidup kita selama ini. Dimulai dengan istighfar, dan
kelapangan hati untuk bermuhasabah diri.
Bismillahirahmanirahim,
pernahkah kita membayangkan, saat ibu kita mengetahui bahwa ia sedang
mengandung. Lalu betapa bahagianya Ayah kita membayangkan sebentar lagi ia akan
memiliki seorang anak. Ayah kita bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi
kebutuhan ibu baik itu nutrisi selama mengandung, persalinan, hingga asupan
yang bergizi saat kita lahir nantinya. Ntah sudah berapa banyak tetes susu yang
ibu kita curahkan untuk kita, ntah sudah berapa banyak tetes keringat yang Ayah
kita tumpahkan demi kelayakan hidup kita. Siang malam, Ayah dan Ibu kita
berusaha memberikan yang terbaik untuk gadis kecilnya. Tak ingin ada seekor
nyamukpun yang menghisap darahnya. Tak ingin ada tangisan sedikitpun yang
menghampiri putrinya.
Ingatkah saat
Ayah dan Ibu memeluk dan mencium kita lalu mengatakan, “Anak perempuan Ayah dan
Ibu sudah semakin besar sekarang.” Betapa bahagianya mereka saat membanggakan
gadis kecil perempuannya yang tumbuh besar kepada para kerabat. Tahukah kalian bahwa dengan lahirnya kita, berada
ditengah-tengah mereka lalu diasuh dengan baik, Allah telah membukakan pintu
surga untuk beliau berdua? Kebaikan yang kita lakukan, buah pendidikan
dari mereka, insyaAllah akan terus mengalir hingga hari akhir nanti sebagai
bentuk amal jariyah mereka.
Namun, semakin
kita tumbuh besar, seolah kita semakin jauh satu sama lain. Kita menemukan
orang-orang lain diluar sana yang mampu memenuhi kebutuhan kita. Teman-teman,
hingga seorang kekasih. Lalu kemaksiatan mulai menghampiri kita, berkumpul
disana-sini bersama teman-teman untuk hal keduniawian sesaat, atau menjalin
hubungan tak halal dengan lawan jenis. Semua kita lakukan dengan kesadaran
penuh bahkan kita menyebutnya ‘kebahagiaan’. Kita merelakan waktu mendengar
keluh kesah teman kita setiap hari, menyiapkan kejutan saat ulang tahunnya,
namun sudah banyakkah waktu yang kita luangkan untuk orangtua kita?
Menurut Imam Ibnu al-Jauzi, “Kecintaan, kasih sayang, dan ketertarikan
terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan tidaklah merupakan hal yang
tercela serta tak perlu dibuang. Namun, cinta yang melewati batas ketertarikan
dan kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan
membelokkan pemiliknya kepada hal yang tidak sesuai dengan hikmah yang
sesungguhnya, hal seperti inilah yang tercela.”
Kita menjadi
perempuan yang sangat mudah berkata cinta dan sayang pada lawan jenis atau
memohon maaf saat melakukan kesalahan, lalu apakah pernah kita mengucapkan, “Ayah, Ibu, aku sangat mencintai kalian, maafkan kesalahan
anak perempuanmu ini, kalian telah berhasil menjadi orangtua yang luar biasa
untukku anakmu.” Pernahkah kita mengatakannya?
Kita menjadi
sangat berbangga diri saat berhasil mengurangi beban teman kita, saat
mendapatkan cinta dari pasangan yang tak halal. Namun orangtua kita yang
belasan tahun mengasuh kita tanpa mengeluh, kita kesampingkan begitu saja.
Masha Allah. Lalu bagaimana jika kita anak perempuannya yang dari lahir dijaga
sebaik-baiknya, malah merelakan diri untuk nikmat duniawi yang sesaat?
Bagaimana mungkin kita membiarkan diri masuk dalam pergaulan pertemanan yang
lebih banyak mudharatnya bahkan membiarkan para laki-laki bukan mahram mengikis
kemuliaan yang telah dijaga mati-matian oleh Ayah dan Ibu kita? ‘When she is a
DAUGHTER she opens a door of Jannah for her father’, lalu jika yang kita
lakukan adalah kebalikannya. Relakah kita membukakan
pintu neraka untuk mereka? Astaghfirullah.
Kemudian saat
usia kita telah mencapai tingkat kematangan, kita akan dipertemukan dengan
seorang pasangan hidup. Dan sungguh, pernikahan itu adalah sebuah ibadah yang
menyempurnakan setengah agama. Ini adalah poin kedua dari seorang perempuan,
‘When she is a WIFE she completes half of Islam with her husband’. Dan saat
kita memiliki anak nantinya, kita menyempurnakan tugas kita di dunia sebagai
seorang perempuan, ‘When she is a MOTHER Jannah lies under her feet’.
Tapi semua itu
tak berlangsung serta merta layaknya membalikkan telapak tangan. Semuanya
adalah suatu proses yang berat, berliku dan panjang. Aku sangat suka
menyebutnya dengan sebutan ‘investasi dunia akhirat’. Bagaimana
tidak? Usia kita sebagai seorang manusia terlalu singkat untuk menandingi amal
ibadah para pendahulu kita, para ahli ibadah. Bagaimana mungkin bermimpi mampu
bertemu Rasulullah jika saat di dunia kita terlena dan mengambil segala
kenikmatannya yang haram?
Duhai ukhti,
investasikan peran yang Allah berikan pada kita para perempuan. Lahirkan para
generasi dakwah dari rahim kita. Lupakan seluruh kenikmatan duniawi sesaat yang
iblis janjikan pada kita. Bukakan pintu-pintu surga untuk kedua orangtua kita.
Pantaskan diri untuk mendapatkan seorang imam keluarga yang mampu membimbing
kita agar semakin cinta pada Allah. Karena bagaimana mungkin bermimpi
melahirkan generasi penerus dakwah, jika dia yang membuahi ovum kita adalah
seseorang yang sangat jauh dari Allah dan Rasul-Nya? Bukan karena ketampanan,
harta, kedudukan atau apapun itu yang membuat kita dan anak-anak kita nantinya
dijamin di akhirat, hanyalah ketaatan yang menjadi
jaminan.
Ingatkah kita
bahwa pernikahan adalah suatu ibadah yang menyempurnakan separuh agama? Lalu bagaimana mungkin kita melakukan suatu ibadah yang diawali
dengan maksiat? Pacaran itu maksiat duhai ukhti. Bagaimana mungkin kita
mengimpikan pasangan yang taat beragama tapi dia menghalalkan kemaksiatan?
Mari kita
membangun suatu estafet surga. Sadarkan diri
kita bahwa kini surga berada dibawah telapak kaki ibunda kita tercinta, lalu
satu hari nanti, kita akan mendapat kemuliaan dengan dijadikannya surga dibawah
kaki kita. Subhanallah.
Mari kita lahirkan
para penghafal Quran, lahirkan para mujahid dakwah, penuhi hak-hak anak-anak
kita nantinya untuk diimami oleh seorang Ayah yang menjadikan Allah dan
Rasul-Nya satu-satunya sumber kebenaran. Segala kebaikan yang akan dilakukan
oleh anak cucu kita hingga hari akhir nanti insyaAllah akan terus mengalir
sebagai bentuk amal jariyah. Inilah hakikat investasi
dunia akhirat yang aku maksudkan.
Lalu di
akhirat nanti, kita akan dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai.
Bersama anak cucu kita yang bertakwa, insyaAllah. Dan semua ini sedang berada
di tanganmu para akhwat shalihah. Karena kita perempuan! Bahkan jika kita di
surga nanti, kita dapat mengatakan pada para bidadari, “Kami lebih luar biasa
dari kalian, kami telah membukakan pintu surga untuk orangtua kami, kami telah
menyempurnakan setengah agama bersama suami kami, kami telah mengandung, kami
telah meregang nyawa saat melahirkan, kami telah mencurahkan air susu kami untuk para calon pemimpin Islam, kami telah bersusah payah mendidik anak
cucu kami demi agama Allah ini bahkan surga dibiarkan Allah
berada di bawah kaki kami.”
Ingatlah ikhwan wa akhwat fillah, seperti kutipan pesan yang
disampaikan oleh Ustadz Amirudin di buku ‘Apa kata dunia jika akhwat jatuh
cinta?’ karya Muhsin Suny M.
Beliau mengatakan :
“Untuk ikhwan, bila kamu istiqomah di jalan dakwah ini, bidadari telah
menanti kamu di surga nanti. Dan untuk akhwat, bila kamu istiqomah di jalan
dakwah ini, kamu akan lebih baik dari bidadari yang terbaik yang ada di surga.”
Baiklah, semoga
para pembaca dapat merenungkan pesan luar biasa yang beliau sampaikan. Dan
seperti biasa penulis akan menutup tulisan ini dengan sebuah doa. Namun untuk
tulisan kali ini, doa sengaja dikutip dari sebuah Puisi
Sayyid Qutub untuk para pembaca yang mengimpikan mengarungi samudra cinta
berperahukan asma Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya :
“Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah
aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku
untuk mencintai-Mu. Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya
agar tidak melebihi cintaku pada-Mu. Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah
aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh
aku dalam jurang cinta semu. Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku
padanya agar tidak berpaling dari-Mu. Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu. Ya Allah, jika
aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindui surga-Mu. Ya
Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi
kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu. Ya Allah, jika
aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan
panjang menyeru manusia kepada-Mu. Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui
kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada
cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa
hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat
pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah
pada-Mu, telah berpadu dalam membela syari’at-Mu. Kukuhkanlah ya Allah
ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati
ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah padam. Lapangkanlah dada-dada kami dengan
limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu. Amin amin ya
Rabbal’alamin.”
No comments:
Post a Comment