Selepas
menyelesaikan dua tulisan yaitu #EdisiAbiOTW dan ‘Karena Perempuan Terkadang
Lupa Betapa Berharga Dirinya’, aku mengambil sebuah buku berjudul Sirrul Asrar karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani,
ternyata baru ku baca sinopsis dari sampul buku tersebut saja, karena ianya
masih tersegel dengan rapi. Bahkan masih ada beberapa buku yang bernasib sama,
mashaAllah. Serasa sedang menganak tirikan mereka, maaf. Cepat atau lambat, aku
akan berkhalwat satu per satu dengan kalian, insyaAllah.
Kembali ke
Sirrul Asrar, aku hanya mencapai bab ke tiga dari buku tersebut, aku
benar-benar butuh waktu yang lebih lama untuk mengintrepretasikan tiap kalimat
yang beliau sampaikan. Tiap untaian paragaraf dirangkai sedemikian rupa dari
berbagai ayat Quran, hadits , kitab-kitab klasik dan tentunya hasil cerapan
ilmu yang beliau miliki. Dan tak terasa jam sudah mendekati pukul satu dini
hari. Demi kelangsungan keseimbangan tubuhku, aku memaksa diriku untuk menutup
buku dan memejamkan mata. Lalu terbangun pukul empat, dan tahukah kalian apa
yang ada dibenakku saat itu? Aku katakan, “Astaghfirullah,
aku belum shalat ashar, sudah jam berapa ini!”. Ya begitulah, tingkat
kesadaran membuat shubuh dan ashar menjadi area abu-abu. Dan setelah aku
menyadari kebodohanku, aku tertawa dan kembali beristighfar, benar-benar
menggelikan, hha.
Sekarang jam
menunjukkan pukul 06.21 di pojok desktopku, ntah kenapa aku sangat ingin
menceritakan kembali beberapa kisah yang berkaitan dengan dua tulisan ku
sebelumnya, kisah-kisah ini mungkin telah banyak yang mengetahuinya, karena di
beberapa buku yang aku baca atau dari penyampaian orang lain telah banyak yang
membahas kisah inspiratif ini.
Siapa yang
tidak mengenal khalifah Umar bin Khatab, bahkan
Ramadhan lalu sempat diputar sebuah film yang menceritakan betapa luar biasanya
beliau. Lalu siapa Ashim? Ya, dia adalah putra khalifah Umar. Tak berlebihan
jika aku mengatakan bahwa beruntung sekali menjadi seorang Ashim, karena
memiliki Ayah seorang Umar. Selama kekhalifahannya beliau selalu berjalan di
malam hari, menyusuri tiap sudut kota Madinah. Selain untuk melihat kondisi
rakyatnya, beliau juga berniat mencarikan jodoh untuk putranya Ashim. Hingga di
satu malam, ia tak sengaja mendengar percakapan seorang Ibu dan anak
perempuannya. Ibu tersebut memerintahkan agar anaknya itu mencampurkan susu
yang mereka jual dengan air agar mereka memperoleh keuntungan yang lebih besar
lagi. Namun, apa yang anak perempuannya ini katakan? Dengan lemah lembut ia
katakan pada Ibunya, “Wahai Ibu, mungkin Khalifah Umar
atau para pembeli tak akan mengetahui kecurangan kita, tapi Allah, Tuhannya
Khalifah Umar, sungguh Dia Maha Mengetahui, bagaimana mungkin aku dapat patuh
didepan-Nya jika dibelakang-Nya saja aku menentang dan berpaling?”.
Lalu Khalifah
Umar tersenyum dan meyakinkan diri bahwa inilah perempuan yang ia cari selama
ini, seorang perempuan shalihah yang akan menjadi istri luar biasa dan
melahirkan generasi pejuang Islam. Dan benarlah, setelah Ashim menikah dengan
perempuan penjual susu yang jujur ini, lahirlah seorang putri yang bernama Ummu
Ashim. Dan dari anak perempuan inilah yang kemudian dinikahi oleh Abdul Aziz
bin Marwan. Dan tahukah kalian siapa lagi yang kemudian lahir dari rahim
perempuan ini? Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz,
seorang khalifah dari Dinasti Umayyah, yang masyhur namanya karena ketegasan,
keadilan dan keshalihannya. Subhanallah.
Sekarang marilah
kita beralih ke kisah kedua, kisah Tsabit bin Ibrahim, namun
aku lebih senang menyebutnya dengan kisah buah delima :
Pada satu
hari, Tsabit bin Ibrahim menemukan sebuah delima. Delima yang ranum dan sangat
lezat untuk disantap. Didorong oleh rasa haus dan lapar, ia memakan buah itu.
Namun, baru beberapa gigitan ia tersadar dan beristighfar. Ia menyadari bahwa
buah tersebut bukanlah miliknya, ia telah memakan buah yang haram. Dan seperti
sabda Rasulullah, apabila seseorang yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka
ia lebih layak menjadi umpan neraka. Masha Allah, ia bergegas mencari tuan si
empunya buah ini. Akhirnya setelah menemukan rumah pemilik buah delima ini, ia
mengatakan kepada beliau, “Wahai tuan pemilik buah delima ini, aku Tsabit bin
Ibrahim, aku telah dengan tidak sengaja memakan buah delima yang bukan milikku,
kedatanganku kesini untuk meminta maaf dan berharap
tuan berkenan menghalalkan buah tersebut dengan cara aku membeli atau
menggantinya.”
Laki-laki tua
yang sedari tadi berdiri di hadapan Tsabit kemudian menjawab, “Aku tak akan
menghalalkan buah delima itu kecuali engkau memenuhi satu persyaratanku, yaitu
engkau harus menikahi putriku, dan sebelumnya engkau harus mengetahui bahwa putriku ini seorang perempuan yang buta, bisu, tuli dan
kedua kakinya lumpuh.” Dengan kepasrahan demi mengaharap ridho Allah,
Tsabit menyetujui persyaratan laki-laki tua ini.
Dan setelah
akad nikah berlangsung, Tsabit menghampiri istrinya itu di dalam kamar
pengantin. Dan tahukah kalian? Istrinya sangat cantik dan shalihah. Bagaimana
tidak, perempuan ini benar-benar tidak menggambarkan keadaan yang Ayahnya
jelaskan. Tsabit bertanya dengan penuh rasa penasaran, “Ayahmu
mengatakan bahwa kau adalah gadis yang buta, bisu, tuli dan kedua kakinya
lumpuh. Padahal dalam penglihatanku engkau tak memiliki cacat sedikitpun.”
Kemudian dengan senyuman seorang pengantin perempuan, gadis ini menjawab,
“Semua yang dikatakan Ayahku benar adanya, aku buta karena aku selalu berusaha
menjaga pandanganku dari segala sesuatu yang diharamkan Allah SWT, aku tuli
karena aku selalu berusaha untuk tidak mendengarkan segala ucapan yang tidak
baik, aku bisu karena aku selalu berusaha menjaga lidahku, lidahku hanya aku
penuhi dengan ucapan yang bermanfaat dan dipenuhi dzikir serta rasa syukurku
pada illahi Rabbi, dan yang terakhir aku lumpuh karena kedua kakiku selalu
kujaga dari tempat-tempat yang dipenuhi maksiat dan dosa.”
Dan tahukah
kalian saudari-saudari perempuanku? Dari pernikahan mereka berdua, lahirlah
seorang putra yang luar biasa. Beliau adalah seorang pendiri madzhab fiqh
Hanafiyah. Itulah Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin
Tsabit, seorang mujahid Islam yang membuat cahaya Islam semakin terang
benderang di seluruh penjuru dunia. Subhanallah.
Lalu ada satu
kisah lagi yang aku baca sekilas saat berada di salah satu toko buku di Tanjungpinang,
aku tak mengingat jelas nama-nama yang ada di kisah ini. Namun, lebih kurang
begini ceritanya :
Di suatu desa,
hiduplah seorang pelacur yang kaya raya dan telah
masyhur namanya karena ‘pelayanannya’. Ia biasa melayani para saudagar
kaya. Singkat cerita, terdapat seorang alim yang tak sengaja melewati rumahnya
dan melihat betapa cantik dan menggodanya perempuan ini. Akhirnya, ia
memberanikan diri untuk datang dan berniat membayar ‘pelayanan’ yang akan
perempuan ini berikan. Di dalam sebuah kamar, si alim duduk di ujung tempat
tidur, menanti si perempuan datang. Tiba-tiba kamar itu menyerebak wangi harum
dari si perempuan, saat perempuan ini mendekati si alim. Si alim langsung
berhamburan menjauh dari si perempuan. Mungkin inilah buah ibadah yang selama
ini ia lakukan, amalan yang mampu mencegahnya dari perbuatan maksiat. Lalu perempuan
ini heran dan berkata, “Apa yang membuatmu tak ingin
menikmatiku? Bukankah kau telah datang dan membayarku?”. Lalu si alim
menjawab, “Ambillah upah itu untukmu, karena sungguh
ketakutan ku pada Allah melunturkan nafsuku akan dirimu!”. Kemudian si
alim pergi dan tak pernah kembali lagi.
Selepas kejadian
yang baru pertama kali si perempuan itu alami, ia banyak menghabiskan waktu
untuk merenung. Rasanya tak ada satupun laki-laki yang mampu menolak kecantikan
dan godaan gairah darinya. Lalu mendadak ada seorang laki-laki yang telah
membayarnya dan jaraknya mungkin sudah kurang dari satu meter darinya, namun
menolaknya mentah-mentah dengan alasan ketakutan pada Allah. Akhirnya, ia seolah mereguk keyakinan dari langit. Ia memutuskan
meninggalkan pekerjaan hinanya itu. Ia mencari ke segala penjuru kampung untuk
menemui sang pemuda alim. Akhirnya, seorang penduduk menunjukkan kediaman sang
pemuda. Namun malang, sesaat sebelum mereka bertemu, si pemuda alim berpulang
ke Rahmatullah. Si perempuan menangis tersedu-sedu, akhirnya ia bertanya pada
para penduduk, “Apakah sang pemuda memiliki seorang
saudara laki-laki yang sama alimnya? Jika ada, aku ingin menjadi istrinya, aku
akan memberikan seluruh harta yang ku miliki padanya.” Dan begitulah
rencana Allah, sang pemuda memang memiliki seorang saudara laki-laki yang
mungkin ketaatannya jauh melebihi dirinya. Akhirnya, menikahlah si perempuan
dan saudara laki-laki si alim itu. Dan dari buah pernikahan mereka ini,
lahirlah enam orang Nabi yang dirahmati Allah SWT. Wallahualam.
Sekarang akan
aku paparkan kisah terakhir dari tulisan ini. Ini adalah kisah yang dikhususkan
bagi para ikhwan pengemban dakwah, sebuah kisah yang diambil dari zaman
Rasulullah tentang seorang budak berkulit hitam :
Pada satu hari
ditengah pengepungan benteng Khaibar yang dipimpin oleh Rasulullah. Rasulullah
mendapati seorang budak berkulit hitam yang dicurigai sebagai seorang mata-mata.
Setelah diselidiki dengan beberapa pertanyaan,terbuktilah bahwa ia bukanlah
seorang mata-mata. Ia malah balik bertanya kepada Rasulullah tentang agama
Islam yang dibawa oleh beliau. Dan dengan kesadaran penuh, budak hitam ini menyatakan diri dalam keIslaman. Ia
langsung turun berjihad di jalan Allah. Dan dalam perang Khaibar ini, ia gugur di medan pertempuran. Padahal, ia belum pernah
mendirikan shalat satu rakaat pun.
Dan saat
jenazahnya dibawa kehadapan Rasulullah. Rasul langsung
memalingkan wajahnya dari jasad budak hitam itu. Para sahabat yang
berada di sekitar beliau bertanya keheranan, “Ada apa ya Rasulullah, mengapa
engkau memalingkan wajahmu dari jenazah budak hitam ini?”. Kemudian Rasulullah
menjawab, “Tahukah kalian? Ada seorang bidadari dari
surga yang diturunkan Allah untuk menjadi istrinya, bidadari itu sedang
membersihkan pasir yang ada di wajahnya.” Subhanallah.
Begitulah
empat kisah inspiratif yang penulis rangkai dari beberapa ceraian buku yang
berserakan. Semoga tulisan ini mampu menginspirasi semakin banyak lagi orang
tentang kebenaran janji Allah dan kemenangan yang dekat bagi orang-orang yang
bertakwa. InsyaAllah.
Penulis akhiri
tulisan ini dengan sebuah doa, semoga dengan diamini oleh para pembaca mampu
menggugah hati-hati yang sedang temaram dari cahaya illahi menjadi terang
benderang bak matahari. InsyaAllah.
“Ya Allah ya Rabb, basuhlah hati kami dengan
petunjuk dari-Mu. Segerakan kami menuju kebaikan dan keampunan Zat Mu yang Maha
Agung. Jadikan diri ini mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Hingga hati kami senantiasa teguh dalam mengingat-Mu dan menjalankan ketaatan
pada-Mu. Begitu pula nafsu hewaniyah ini dapat kami singkirkan secara totalitas
demi menjauhi segala hal yang Engkau benci dan tak ridhoi. Jadikan saudari-saudari perempuan kami sebagai seorang
perempuan pelahir generasi mujahid Islam, pembuka pintu-pintu keberkahan bagi
umat yang akan menjadikan amal jariyah kami terus mengalir hingga hari kiamat
kelak. Dan jadikanlah saudara-saudara laki-laki
kami menjadi seorang imam yang membimbing keluarga kami untuk menyempurnakan
separuh agama demi menjalankan sunnah Rasul-Mu. Hati kami berhimpun
dalam ketakutan dan pengharapan penuh akan kasih-Mu, semoga segala kebaikan
selalu tercurah pada kecintaan kami, Rasulullah SAW. Perkenankanlah doa kami
duhai Rabbi. kami memohon dengan sangat. Amin amin ya Rabbal ‘alamin.”
Selalu takjub sama kisah2 yang dipaparkan. Bikin hati kocar-kacir, adem banget, terus tiba-tiba jadi takut sama nyesel.
ReplyDeleteMasalah kisah 1-3.. Buah gak akan jatuh jauh dari pohonnya. Berarti intinya, jika ingin memanen jagung, maka tanamlah jagung.
Great Post yi \m/
alhamdulillah, moga bermanfaat lagi dan lagi, luas dan semakin luas, amiin (^_^)
ReplyDelete