Saturday, February 9, 2013

Ibarat Mayat yang Dihidupkan


Lagi dan lagi. Tangisan ini tak kunjung reda. Berharap mataku memiliki musim kemarau yang panjang. Sehingga tak satu tetespun air mata yang kan mengalir. Pergilah kalian semua wahai awan mendung yang menyelimuti pelupuk mataku. Biarkan bumi ini kering sementara waktu. Biarkan matahari bersinar terang. Aku ingin bernafas. Jangan biarkan diri ini binasa karena menzalimi dirinya sendiri.
Bukankah usiamu sudah menginjak usia 20 tahun? Kemana saja dirimu selama ini? Menjadi biji rapuh yang tak kunjung bertunas? Atau dirimu sudah mulai bertunas lalu layu sebelum berkembang? Buang saja dirimu seluruhnya, lalu mintalah pada Tuhan untuk memberimu biji baru yang akan bertunas dan berbunga segar. Tapi pertanyaannya adalah, “Apakah Allah berkenan memberimu biji baru?.” Aku berusaha menjawab pertanyaan itu sendiri, “Ya tentu saja,bukankah Allah Mahapemberi? Percayalah, kebaikan Allah jauh lebih besar dari murkaNya.”
Kubuka lagi mushaf itu, Allah seolah memberiku jawaban melalui surah Al-An’aam ayat 125 yang berbunyi, “Maka barangsiapa yang Allah hendaki untuk Dia beri kepadanya petunjuk. Dia akan melapangkan dadanya (hatinya) untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang Dia kehendaki untuk dibiarkanNya sesat, niscaya Dia akan menjadikan dadanya (hatinya) sempit lagi sesak, seakan-akan dia sedang mendaki naik ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Bukankah ini jalan Tuhanmu yang lurus? Adakah kita mau mengambil pelajaran darinya?
Pertanyaan itu menggantung  dan mengambang 5 cm di depan keningku. Layaknya Zafran dalam film 5 cm. Tapi sepertinya pertanyaan itu sudah meresap hingga ke inti selku. Atau bahkan ke dalam jalinan helix DNAku? Haha, membicarakan DNA membuatku berfikir, andaikan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang sudah terprogram dalam rangkaian DNAku. Mungkin aku akan biarkan diriku terpapar radiasi dan berakhir dengan mutasi. Benar-benar ingin meprogram ulang semua kekacauan ini. Tapi ini sudah mutlak, karena jarak terjauh yang tak mampu kau tempuh lagi adalah kembali ke masa lalu. Sedetikpun kau tak akan mampu.
Lalu bagaimana? Semoga Allah benar-benar memberiku petunjuk atau lebih tepatnya peringatan. Aku benar-benar butuh segala hal yang berbau frontal dari sisiNya. Ibuku pernah mengatakan, “Anak mama harus bisa jauh lebih tegar dari mama”. Lalu ucapan itu aku lontarkan kembali dengan mulutku, “Aku harus jauh lebih tegar.” Kadang mereka berfikir, ntah beban apa yang sedang ku pikul. Tapi percayalah, mungkin dunia sudah menganggap beban ini adalah hal yang biasa, suatu hal yang lumrah dan seharusnya dapat dilewati dengan mudah. Mungkin hanya aku, sosok perempuan yang tersisa di dunia ini dan menanggapinya secara berlebihan. Bahkan ada salah seorang wanita, yang sempat mendengar keluh kesahku dan menanggapinya seolah dia bukan seorang wanita. Hanya senyum pahit yang dapat kuberikan padanya, tak pernahkah ia berfikir andaikan dia berada di posisiku? Atau memang ia tak memiliki hati? Atau fikiran liar ku menganggap bahwa ia pernah mengalami hal yang sama atau jauh lebih berat dariku? Astaghfirullah, semoga ini hanya sebatas fikiranku, semoga ia tetap dalam naungan Allah. Amin.
Tapi tunggu dulu, pada kenyataannya, di era yang slalu memprediksi kapan kiamat akan berlangsung ini, bukankah segala hal baik dianggap sesuatu yang asing? Sedangkan segala sesuatu yang buruk dianggap hal yang lumrah? Bagaimana menurut pendapat kalian? Bukankah jika dijumpai para wanita memakai busana minim atau membuka auratnya dianggap wajar? “Yah namanya juga anak jaman sekarang, namanya juga ngikutin model.” Di sisi lain, jika dijumpai para wanita memakai busana menutup seluruh auratnya dan mengutamakan kesederhanaan, yang terlontar adalah, “Itu Islam ‘aliran’ apa? LDII mungkin ato NII.” Atau saat muda-mudi sedang giat-giatnya sebagai seorang ‘aktivis pacaran’, hal itu benar-benar dianggap lumrah. Sedangkan saat terdapat sekelompok aktivis dakwah yang menolak apapun bentuk pacaran, dianggap tak wajar dan berlebihan. Dan yang paling menggelikan adalah, masih saja ada yang mengatakan “kita pacarannya Islami kok.” Sejak kapan Al-Quran atau hadist meriwayatkan metode pacaran secara Islami? Baiklah, mungkin sebaiknya aku membahas di dalam judul yang khusus mengenai ini semua.
Dan sekarang biarkan aku mengutip kembali ayat ke 122 dari surah Al-An’aam yang berbunyi, “Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya (iman) yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan (masih kufur), sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan”. Allah menegaskan dalam ayatnya dengan perumpamaan, “ibarat mayat yang dihidupkan.” Berharap akulah mayat itu yang sedang dihidupkan kembali oleh Zat yang Mahahidup. Semoga Allah menggolongkan kita kedalam orang-orang yang senantiasa dilapangkan hatinya dalam menerima petunjuk dan ikhlas menjalankan takdirNya.
Baiklah, akan kuakhiri tulisan ini dengan sebuah zikir sayyidul istigfar :
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, Engkau telah menciptakan diriku. Aku adalah hamba-Mu dan aku berada dalam janji serta ancaman-Mu, aku jalankan semua sesuai dengan kemampuanku. Aku akui kenikmatan-Mu kepadaku dan aku akui dosaku kepada-Mu, ampunilah aku. Tiada Zat yang mengampuni dosa kecuali diri-Mu, Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku. Amin.

No comments:

Post a Comment