Cinta? Kata yang slalu dikumandangkan banyak orang,
baik tua, muda, si kaya, si miskin, laki-laki, perempuan bahkan anak-anak.
Islam, Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak pernah melarang suatu rasa yang
disebut “CINTA” ini. Hanya saja cara yang
digunakan untuk mewujudkan cinta itulah yang diatur dengan tegas. Tidak ada
istilah “Pacaran Islami”, seolah-olah mencampur
adukkan antara dakwah dan maksiat, mungkin ada benarnya istilah yang
menyebutkan “Maksiat Berkedok Dakwah”, astaghfirullah.
Lalu bagaimana seharusnya? Tentu saja dengan merealisasikan dengan sebuah ikatan suci, bukan dengan ikatan tak pasti dan
berujung patah hati.
Karena ini
semua bukan masalah janji-janji. Bukankah itu hanya dan tetaplah sebuah janji?
Beralihlah ke segala hal yang pasti-pasti. Karena sungguh, yang akan sakit hati
dan patah hati adalah yang menanti. Sudahlah, halalkan
atau tinggalkan. Nikahi atau sudahi.
Kadang ada hal
yang slalu membuat perutku menahan geli, yaitu aku tersadar bahwa aku sedang hidup
di suatu peradaban dimana pernikahan dianggap SARA sedangkan
perzinahan dianggap biasa. Benar-benar
menggelikan. Astaghfirullah.
Al-Quran itu
sudah jelas menyebutkan kata “laki-laki” sebanyak
23 kali. Dan menyebutkan kata “perempuan” sebanyak 23 kali
juga. Bukankah itu sebuah pertanda dan semakin meyakinkan kita bahwa
kita memang diciptakan berpasang-pasangan? Dan jika dijumlahkan, akan
menghasilkan bilangan 46. Bukankah bilangan
tersebut sama dengan jumlah kromosom manusia?
Mahasuci Allah dengan segala pengetahuanNya. Jadi bagaimana? Masihkah ada pernyataan, “Jodohkan di tangan Allah”. Ya, memang benar di tangan Allah. Lalu, apakah kita akan tetap membiarkannya tetap berada di tangan Allah dan tak berusaha untuk mengambilNya? Semoga kita mengambilnya dengan cara-cara yang diridhoi dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. Amin.
Mahasuci Allah dengan segala pengetahuanNya. Jadi bagaimana? Masihkah ada pernyataan, “Jodohkan di tangan Allah”. Ya, memang benar di tangan Allah. Lalu, apakah kita akan tetap membiarkannya tetap berada di tangan Allah dan tak berusaha untuk mengambilNya? Semoga kita mengambilnya dengan cara-cara yang diridhoi dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. Amin.
Namun
seyogyanya, laki-lakilah yang berusaha lebih keras untuk menjemput sang belahan
jiwa. Layaknya Nabi Adam AS yang harus menempuh ribuan mil untuk bertemu Siti
Hawa. Dan seyogyanya pula, perempuan yang menunggu
sembari memperbaiki dan memantaskan dirinya.
Sekarang
pertanyaan besar menghampiriku. Mengapa aku mempertaruhkan sesuatu yang tak ada
duanya dan tak akan pernah kembali dengan sebuah pengkhianatan?
Bukankah kau yang meninggalkan dan mengkhianati perempuan yang ingin berubah
jadi lebih baik ini? Kenapa kau tidak bersyukur dan menempuh jalan bersama
dengannya demi mencapai ridhoNya? Bukankah wanita ini yang telah mempercayakan hidup dan kehidupannya untukmu?
Lalu mengapa kau membunuhnya, menghancurkan hidupnya dan pergi tanpa rasa
bersalah? Kau lebih memilih memuntahkan segala keegoisanmu dan memfitnahnya. Mengapa kau mengubah kebenaran dengan suatu pembenaran akan
segala kesalahanmu? Waktulah yang akan menunjukkan, atau lebih tepatnya
sudah menunjukkan. Bukankah kau yang memfitnahku dahulu? Lalu lihatlah, apa
yang terjadi sekarang. Fitnah itu berbalik ke arahmu. Kau yang dengan sadar
melakukannya.
Sadarlah, kebohongan tetaplah kebohongan meskipun semua orang
mempercayainya. Dan kejujuran tetaplah kejujuran
meskipun tak ada satu orangpun yang mempercayainya. Aku menyadari bahwa
sangatlah penting untuk mengetahui segala hal yang benar. Namun, apakah hanya
dengan mengetahui kebenaran sudah lebih dari cukup? Tentu saja tidak. Karena
hal yang jauh lebih penting adalah melakukan segala hal yang benar. Hal ini juga
memiliki kesamaan dengan lebih baik melakukan apa-apa
saja yang kita lisankan, ketimbang slalu melisankan apa-apa saja yang kita
lakukan.
Demi Tuhan
bagi segala sesuatu dan Sang Pemilik segala sesuatu. Kadang aku merasa menjadi seorang perempuan paling beruntung dan paling binasa sedunia
dalam waktu bersamaan. Sungguh, aku berlindung kepadaMu dari segala
keburukan diriku sendiri, keburukan iblis dan kemusyrikan iblis.
Astaghfirullah. Pertanyaan ini masih menyesakkan dan terus menyeruak di batin
ini. Mengapa kau terus berkeras hati saat diajak
menolak maksiat? Mengapa kau tetap memilih jalan berbatu itu saat diajak menuju
taat? Ayolah, aku ingin menikah dengan dia yang mengimpikan melalui surga
bersamaku. Dengan dia yang membuatku semakin cinta
kepada Zat Mahacinta. Dan aku ingin kau yang menjadi sosok itu. Aku
ingin merintis perjalanan penebusan ini bersamamu, aku benar-benar ingin
menyium wangi surga bersamamu. Percayalah, perempuan
bodoh ini masih disini, berdoa dan menanti, agar suatu hari, kekasihnya kembali,
dan akan dia ikat dengan pengabdian sampai mati. InsyaAllah.
Perempuan ini
masih sangat percaya bahwa surga bukanlah diperuntukkan bagi orang-orang yang
tak berdosa. Melainkan untuk mereka yang bertaubat akan dosanya dan melakukan
kebajikan untuk meraih ridhoNya.
Kau tahu
kenapa aku tak kunjung berhenti? Karena pertanyaan tolol ini masih sama, “Kalau
bukan kau, lalu siapa?” Tapi sudahlah, mungkin ada baiknya kita bermuhasabah
diri, meluangkan waktu kita, bukan sekedar berbicara
tentang Allah tapi beralih menjadi berbicara
dengan Allah.
Kuakhiri
tulisan ini dengan mendoakan segala kebaikan agar slalu tercurah padamu. Semoga
Allah melembutkan hatimu dan memberikan cahaya ke akal serta jiwamu. Karena aku
percaya bahwa kita semua berada dalam janji dan ancaman Allah SWT. Biarkan aku
mengutip satu ayat dari firmanNya yang berbunyi :
“Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (QS.Al-Mu’min : 60)
Percayalah,
masih ada namamu dalam tiap sujudku. Namun jika memang bukan kau, semoga Allah
menggantikan dengan yang jauh lebih baik. Dan aku diberi kekuatan dan
keikhlasan oleh Zat yang Mahakuat ini. Amin. Amin ya Rabbal alamin.
No comments:
Post a Comment