Friday, February 8, 2013

Allah atau Tuhan?


Allah atau Tuhan? Kadang aku kerap kali menggunakan sebutan Tuhan bagi Allah. Kebanyakan dari mereka, mengeluh atas sebutan itu. Mereka bilang Islam menggunakan kata Allah bukan Tuhan. Namun, aku masih berfikir mengenai itu semua. Apa bedanya sebutan Tuhan dan Allah? Toh itu sama saja, bagiku Tuhan hanya satu, Dia lah Allah yang selalu disebut oleh para kaum Islam. Pencipta langit, bumi serta segala sesuatu yang berada diantaranya. Pengatur jutaan bintang agar tetap berada pada garis edarnya. Dia jugalah yang mengatur pergerakan awan hingga hujan dapat membasahi bumi yang kering dan tandus hingga tetumbuhan dapat tumbuh dengan suburnya dan menghasilkan buah dan biji. Lalu untuk apa berselisih hanya karena suatu sebutan? Bukankah semuanya ada pada hatimu? Bagaimana jika aku menyebut Allah dari mulutku namun hatiku menyebut Tuhan yang lain?
Haha. Tapi demi meminimalisir segala keluhan itu, aku mulai menyebut Allah Allah dan Allah.
Kesempatan hidup yang Allah berikan telah mengajariku banyak hal. Pahit, manis hingga getir telah aku rasakan. Teriakan, tangis, keluh kesah, gundah gulana, atau sebaliknya? Gembira, suka cita, riang tawa hingga menangis bahagia. Seluruhnya silih berganti, layaknya dedaunan yang gugur diiringi dengan tumbuhnya daun-daun kecil penerus ras tumbuhan. Begitu juga dengan kelahiran akan diteruskan dengan kematian atau sebaliknya. Lalu mengapa Allah menciptakan seluruhnya dengan penuh perencanaan? Ya, tentu saja agar tercipta suatu keseimbangan. Tak ada cacat sedikitpun atas apa yang diciptakan Tuhanmu. Pernahkah kamu melihat lubang pada langit? Atau pernahkah kamu melihat matahari terbit dari barat? Semua masih menuruti kehendak Allah. Jadi bisa dikatakan apa yang selama ini kita takuti itu belum terjadi. Namun tentu saja itu akan terjadi, semakin dekat dan dekat. Hari akhir.
Berbicara mengenai hari akhir. Percayakah kamu akan kedatangan hari itu? Dimana langit runtuh, bumi terbelah, gunung-gunung berjalan hingga matahari hanya sejengkal dari kepalamu. Sesungguhnya hal itu pasti terjadi. Lalu apa yang akan kita bawa setelah hari kebangkitan dan saat dimana segala perbuatan kita diperhitungkan? Hanya dua hal, dosa dan pahala. Tak ada satupun manusia yang sanggup menerima azab dari Allah. Ya, tak ada satupun. Namun mengapa kita masih terlalu sulit untuk benar-benar mengabdi kepadaNya? Apakah ini, bawaan lahir, kutukan atau penyakit yang sudah mendarah daging? Aku tertunduk mengingat semua yang terjadi di masa lalu, andaikan air mataku habispun tak akan cukup menghapus seluruh dosa-dosaku. Lalu apa penebusan atas itu semua? Nabi Muhammad SAW hanyalah penyampai wahyu, bukan sebagai makhluk yang akan mempertanggungjawabkan perbuatanku di hadapan Allah. Lalu bagaimana? Apa cukup dengan hanya meratapi dosa? Ataukah cukup dengan bertaubat lalu melakukannya lagi dan bertaubat lagi? Tentu saja tidak.
Aku teringat dengan sebuah kalimat dari guruku sewaktu SMA, beliau mengatakan “Andaikan kamu merasa hidayah telah sampai pada benakmu maka ambillah ia karena tak pernah ada yang tahu sampai dimana batas umurmu”. Kalimat itulah yang mengantarkanku mengenakan hijab hingga saat ini. Benar-benar halus namun dalam. Atau perkataan seorang ustadz yang mengatakan “Beraninya kalian berjalan diatas muka bumi sambil melakukan pembangkangan terhadap Allah.” Bukankah Dia yang menghidupkanmu, padahal sebelumnya engkau mati? Dan Dia jugalah yang mematikankamu setelah hidup dan akan membangkitkanmu lagi. Hal itu sangatlah mudah baginya. Bahkan Dia menciptakanmu hanya dari setetes air yang hina. Bahkan Dia jugalah yang menjaga rohmu ketika kamu tertidur lelap dan Dia yang menyediakan asupan oksigen agar kamu tetap hidup dan berkehidupan. Benar-benar tak akan pernah cukup air di samudra jika dijadikan tinta untuk menulis segala kemurahan Allah. Lalu mengapa kita menjadi penantang yang nyata?
Suatu hari, aku mengambil suatu keputusan besar menurut banyak orang. Namun sungguh, hal itu hanya untuk membuatku merasa jauh lebih tenang. Bukankah hanya dengan mengingat Allah hati dapat menjadi tenang? Aku benar-benar berusaha melakukan itu. Sepenuh hati, segenap jiwa dan sekuat tenaga. Tapi kenapa hanya segelintir orang yang mendukungku? Saat aku berusaha melakukan hal yang benar mengapa mereka seolah menghalangiku? Lalu andaikan aku ceritakan segala hal buruk yang pernah terjadi, kira-kira apa yang akan mereka lakukan? Berlari meninggalkanku sambil mengganggap rendah? Haha. Benar-benar buah simalakama.
Namun sudah cukup, aku fikir keputusanku sudah bulat. Kelak hanya aku yang akan mempertanggungjawabkan perbuatanku di hari perhitungan. Bukan mereka ataupun dia. Cukuplah Allah sebagai penolongku. Cukuplah Allah sebagai pelindungku. Cukuplah Allah sebagai penerangku. Cukuplah Allah sebagai penenangku. Dan cukuplah Allah sebagai penetap segala apa yang akan terjadi sekarang dan selanjutnya.
Semoga Allah memberiku rasa puas atas apa yang terjadi padaku. Lalu Allah menghimpun segala kekuatanku agar aku dapat menjalani segala ketetapan-Nya. Sehingga aku tak menyukai kesegeraan atas apa yang Dia tangguhkan. Dan tak pula menyukai penangguhan atas apa yang Dia segerakan. Sungguh, Dia yang paling mengetahui apa yang aku butuhkan dan segala hal yang terbaik untukku. Semoga shalawat selalu tercurah pada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Dan semoga Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kedua orangtuaku dan dosa-dosaku. Aku mohon kuatkan aku yang terlanjur rapuh digerogoti dosa. Aku mohon dengan sangat dan penuh pengharapan atas kemurahan-Mu. Atau jika perlu ampunilah aku dengan belas kasihan-Mu. Amin ya Allah. Amin.

No comments:

Post a Comment