Allah
atau Tuhan? Kadang aku kerap kali menggunakan sebutan Tuhan bagi Allah.
Kebanyakan dari mereka, mengeluh atas sebutan itu. Mereka bilang Islam
menggunakan kata Allah bukan Tuhan. Namun, aku masih berfikir mengenai itu
semua. Apa bedanya sebutan Tuhan dan Allah? Toh itu sama saja, bagiku Tuhan
hanya satu, Dia lah Allah yang selalu disebut oleh para kaum Islam. Pencipta
langit, bumi serta segala sesuatu yang berada diantaranya. Pengatur jutaan
bintang agar tetap berada pada garis edarnya. Dia jugalah yang mengatur
pergerakan awan hingga hujan dapat membasahi bumi yang kering dan tandus hingga
tetumbuhan dapat tumbuh dengan suburnya dan menghasilkan buah dan biji. Lalu
untuk apa berselisih hanya karena suatu sebutan? Bukankah semuanya ada pada
hatimu? Bagaimana jika aku menyebut Allah dari mulutku namun hatiku menyebut
Tuhan yang lain?
Haha. Tapi demi meminimalisir segala keluhan itu, aku mulai menyebut Allah Allah dan Allah.
Haha. Tapi demi meminimalisir segala keluhan itu, aku mulai menyebut Allah Allah dan Allah.
Kesempatan
hidup yang Allah berikan telah mengajariku banyak hal. Pahit, manis hingga
getir telah aku rasakan. Teriakan, tangis, keluh kesah, gundah gulana, atau
sebaliknya? Gembira, suka cita, riang tawa hingga menangis bahagia. Seluruhnya
silih berganti, layaknya dedaunan yang gugur diiringi dengan tumbuhnya
daun-daun kecil penerus ras tumbuhan. Begitu juga dengan kelahiran akan
diteruskan dengan kematian atau sebaliknya. Lalu mengapa Allah menciptakan
seluruhnya dengan penuh perencanaan? Ya, tentu saja agar tercipta suatu
keseimbangan. Tak ada cacat sedikitpun atas apa yang diciptakan Tuhanmu. Pernahkah kamu melihat lubang pada langit? Atau
pernahkah kamu melihat matahari terbit dari barat? Semua masih menuruti
kehendak Allah. Jadi bisa dikatakan apa yang selama ini kita takuti itu belum
terjadi. Namun tentu saja itu akan terjadi, semakin dekat dan dekat. Hari
akhir.
Berbicara
mengenai hari akhir. Percayakah kamu akan kedatangan hari itu? Dimana langit
runtuh, bumi terbelah, gunung-gunung berjalan hingga matahari hanya sejengkal
dari kepalamu. Sesungguhnya hal itu pasti terjadi. Lalu apa yang akan kita bawa
setelah hari kebangkitan dan saat dimana segala perbuatan kita diperhitungkan?
Hanya dua hal, dosa dan pahala. Tak ada satupun manusia yang sanggup menerima
azab dari Allah. Ya, tak ada satupun. Namun mengapa kita masih terlalu sulit
untuk benar-benar mengabdi kepadaNya? Apakah ini, bawaan lahir, kutukan atau
penyakit yang sudah mendarah daging? Aku tertunduk mengingat semua yang terjadi
di masa lalu, andaikan air mataku habispun tak akan cukup menghapus seluruh
dosa-dosaku. Lalu apa penebusan atas itu semua? Nabi Muhammad SAW hanyalah
penyampai wahyu, bukan sebagai makhluk yang akan mempertanggungjawabkan
perbuatanku di hadapan Allah. Lalu bagaimana? Apa cukup dengan hanya meratapi
dosa? Ataukah cukup dengan bertaubat lalu melakukannya lagi dan bertaubat lagi?
Tentu saja tidak.
Aku teringat
dengan sebuah kalimat dari guruku sewaktu SMA, beliau mengatakan “Andaikan kamu
merasa hidayah telah sampai pada benakmu maka ambillah ia karena tak pernah ada
yang tahu sampai dimana batas umurmu”. Kalimat itulah yang mengantarkanku
mengenakan hijab hingga saat ini. Benar-benar halus namun dalam. Atau perkataan
seorang ustadz yang mengatakan “Beraninya kalian berjalan diatas muka bumi sambil melakukan
pembangkangan terhadap Allah.” Bukankah Dia yang menghidupkanmu,
padahal sebelumnya engkau mati? Dan Dia jugalah yang mematikankamu setelah
hidup dan akan membangkitkanmu lagi. Hal itu sangatlah mudah baginya. Bahkan
Dia menciptakanmu hanya dari setetes air yang hina. Bahkan Dia jugalah yang
menjaga rohmu ketika kamu tertidur lelap dan Dia yang menyediakan asupan
oksigen agar kamu tetap hidup dan berkehidupan. Benar-benar tak akan pernah
cukup air di samudra jika dijadikan tinta untuk menulis segala kemurahan Allah.
Lalu mengapa kita menjadi penantang yang nyata?
Suatu hari,
aku mengambil suatu keputusan besar menurut banyak orang. Namun sungguh, hal
itu hanya untuk membuatku merasa jauh lebih tenang. Bukankah hanya dengan
mengingat Allah hati dapat menjadi tenang? Aku benar-benar berusaha melakukan
itu. Sepenuh hati, segenap jiwa dan sekuat tenaga. Tapi kenapa hanya segelintir
orang yang mendukungku? Saat aku berusaha melakukan hal yang benar mengapa
mereka seolah menghalangiku? Lalu andaikan aku ceritakan segala hal buruk yang
pernah terjadi, kira-kira apa yang akan mereka lakukan? Berlari meninggalkanku
sambil mengganggap rendah? Haha. Benar-benar buah simalakama.
Namun sudah
cukup, aku fikir keputusanku sudah bulat. Kelak hanya aku yang akan
mempertanggungjawabkan perbuatanku di hari perhitungan. Bukan mereka ataupun
dia. Cukuplah Allah sebagai penolongku. Cukuplah Allah sebagai pelindungku.
Cukuplah Allah sebagai penerangku. Cukuplah Allah sebagai penenangku. Dan
cukuplah Allah sebagai penetap segala apa yang akan terjadi sekarang dan
selanjutnya.
Semoga Allah
memberiku rasa puas atas apa yang terjadi padaku. Lalu Allah menghimpun segala
kekuatanku agar aku dapat menjalani segala ketetapan-Nya. Sehingga aku tak
menyukai kesegeraan atas apa yang Dia tangguhkan. Dan tak pula menyukai
penangguhan atas apa yang Dia segerakan. Sungguh, Dia yang paling mengetahui
apa yang aku butuhkan dan segala hal yang terbaik untukku. Semoga shalawat
selalu tercurah pada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga
dan sahabatnya. Dan semoga Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kedua orangtuaku
dan dosa-dosaku. Aku mohon kuatkan aku yang terlanjur rapuh digerogoti dosa.
Aku mohon dengan sangat dan penuh pengharapan atas kemurahan-Mu. Atau jika
perlu ampunilah aku dengan belas kasihan-Mu. Amin ya Allah. Amin.
No comments:
Post a Comment