Demi Zat yang
nyawaku berada di genggamannya, sungguh Engkau benar-benar mematikanku lalu
menghidupkan aku kembali. Saat dimana pelupuk mata ini terpejam, lalu ruh ini
Kau tahan dan seketika Kau kembalikan lagi di penghujung malam, Kau memberiku
kesempatan untuk mengadu padaMu, mengais belas kasihan dariMu, tersungkur penuh
harap dan tak ingin menyudahi sujud yang diiringi isak tangis itu. Namun
mengapa pertanyaan terbesar yang terus mempersempit nadi di leherku ini tak
kunjung padam, “Kapan semua ini berakhir ya Rabb?”.
I’m crying loud. I think I can’t handle it anymore. Astaghfirullah.
Tapi tunggu
dulu, aku benar-benar harus menyeret diri ini. Bukankah
sempurnanya malam dengan gelapnya merupakan sebuah pertanda bahwa fajar akan
menampakkan sinarnya? Esok mentari akan bersinar lagi. Tak perlu aku menanam angin dan memanen badai di kemudian
hari. Hiduplah untuk hari ini. Yakinlah bahwa Allah menyiapkan rencana
yang luar biasa indah diluar jangkauanmu. Kalau bukan Allah, siapakah yang
mampu menolongmu saat semua orang meninggalkanmu?
Lima tahun?
Tentu bukan waktu yang singkat jika diisi dengan kecemasan. Meskipun Nabi Ayub
AS telah menghabiskan waktu 18 tahun dengan segala macam penyakit dan derita
yang ia peroleh. Bahkan kesabarannya itu terukir jelas dan diabadikan di
Al-Quran. Tapi nafsu ini berteriak, “Aku bukan seorang
Nabi, aku bukan seorang hamba Allah yang terpilih lalu diutus Jibril untuk
memberi petunjuk demi ketenangan hatiku, bahkan aku bukan seorang ahli ibadah,
aku bukan siapa-siapa ya Rabb, bukan siapa-siapa”. Aku bahkan sempat
berfikir bahwa beban itu seharusnya dipikul oleh seseorang yang memang mampu
memikulnya. Aku mendadak meragukanMu ya Rabb. Mungkin Kau perlu melakukan
inventarisasi ulang mengenai segala cobaan dan beban yang Kau berikan padaku. Astaghfirullah. Semoga Kau tak matikan aku dalam keadaan berburuk sangka
pada Zat yang Mahabaik dan Mahabijaksana ini.
Ya Rabb, tiba-tiba
aku teringat perkataan seorang alim padaku, saat aku bertanya, “Mengapa saat
aku istiqomah, cobaan mendadak datang di hidupku, terutama yang berasal dari
masa lalu”, lalu beliau menjawab, “Apakah kau tidak
ridho bahwa Allah ingin menaikkan derajatmu?”. Yak, hembusan dingin itu
menyeruak di rongga dadaku, meski logikaku tak mampu menggapainya, aku memaksa
batinku untuk mempercayainya dan semata-mata mengharap ridhoNya. Bukankah keluh
kesah itu pertanda bahwa aku tidak ridho dengan takdir Allah bagiku? Padahal,
Allah menjanjikan segala hal yang jauh lebih baik di sisiNya.
Biarlah mereka
meninggalkanku dan membunuhku perlahan ya Rabb. Biarlah seisi dunia
memerangiku, asalkan aku tetap berlari ke arahMu dan Engkau
dengan serta merta memelukku erat. Biarkan Aku terasing sejenak di dunia
yang singkat ini, tapi tolong, temani aku di
keterasinganku di alam kubur nanti. Mudahkan hisabku. Kumpulkan aku
dengan mereka atau paling tidak izinkan aku melihat sosok mereka dari kejauhan,
para syuhada yang kerap kali membuatku meneteskan air mata haru,bangga dan
rindu akan sosok mereka. Pantaskan aku ya Rabb. Jadikan pundak ini kuat dan mampu
berserah diri akan segala hal yang berada di luar batas
pengetahuanku. Tidurkan aku malam ini dengan kelapangan hati, kebeningan
pikiran, kelembutan prasangka terhadap qada dan qadarMu. Bangunkan aku dengan
senyum mengembang di kedua pipiku. Biarkan aku merasakan kehadiranMu dalam
setiap helaan nafas ini ya Rabb. Sungguh, aku memohon
dengan sangat pada satu-satunya Zat tempat disembah dan dimintai
pertolongan. Amin. Amin ya Rabbal ‘alamin.
No comments:
Post a Comment