“Peace be upon the messenger, the chosen one”, syair
itu yang sedang menggema di seluruh sistem syarafku. “Muhammad,
ya Rasulullah”, begitu indah dan menggetarkan jiwa, dan dari sudut
mataku mulai meneteskan bulir-bulir hangat pengugur dosa. Kerinduan yang amat
mendalam pada sosok yang belum pernah terjamah oleh indra penglihatanku, sosok
yang begitu damai dan mendamaikan, makhluk terbaik yang pernah terlahir di muka
bumi, pria paling luar biasa sepanjang peradaban. Ingatan ku kembali melayang
pada masa kecilku, lemari kokoh yang telah dipenuhi debu itu masih menyusun
rapi buku-buku yang menggoreskan kisah-kisah para nabi dan rasul serta para
sahabat. Perjuangan yang mengorbankan
harta dan jiwa demi kenikmatan iman akan Islam hingga saat ini. Lalu bagaimana
denganku? Perjuangan seperti apa yang pernah aku torehkan di sejarah hidupku?
Perjuangan Islam? Perjuangan untuk orangtua? Atau sekedar perjuangan untuk diri
sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan besar yang terus berputar dan membenturkan
kesadaranku pada sisa umur yang semakin sempit. Diriku sejatinya sedang
menghitung mundur masa dimana ruh ini akan dipisahkan dari jasad. Lalu akan
kembali muncul pertanyaan yang akan mengguncangkan liang lahatku “Man Robbuka?”. Terfikirkah aku untuk menjawab dengan
mudah dan fasih? Disaat mulut tak akan terbuka, disaat pita suara tak akan
bergetar? Hanya amal dan ibadahku melalui indra yang lainlah yang akan
menjawabnya..
Kepala ini masih saja tertunduk, lidah ini masih kelu, jiwa ini masih
menyimpan perih terdalam yang pernah disimpannya. Kehilangan arah setelah
sekian lama berlari dan bersembunyi terlalu jauh dari zatNya. Telah banyak yang
tertinggal dan disia-siakan dalam keadaan sepenuhnya sadar selama beberapa
tahun terakhir.
No comments:
Post a Comment