Lagi dan lagi.
Tangisan ini tak kunjung reda. Berharap mataku memiliki musim kemarau yang
panjang. Sehingga tak satu tetespun air mata yang kan mengalir. Pergilah kalian
semua wahai awan mendung yang menyelimuti pelupuk mataku. Biarkan bumi ini kering sementara waktu. Biarkan
matahari bersinar terang. Aku ingin bernafas. Jangan biarkan diri ini binasa
karena menzalimi dirinya sendiri.
Bukankah
usiamu sudah menginjak usia 20 tahun? Kemana saja dirimu selama ini? Menjadi
biji rapuh yang tak kunjung bertunas? Atau dirimu sudah mulai bertunas lalu
layu sebelum berkembang? Buang saja dirimu seluruhnya, lalu mintalah pada Tuhan
untuk memberimu biji baru yang akan bertunas dan berbunga segar. Tapi
pertanyaannya adalah, “Apakah Allah berkenan memberimu biji baru?.” Aku
berusaha menjawab pertanyaan itu sendiri, “Ya tentu saja,bukankah Allah
Mahapemberi? Percayalah, kebaikan Allah jauh lebih
besar dari murkaNya.”
Kubuka lagi
mushaf itu, Allah seolah memberiku jawaban melalui surah Al-An’aam ayat 125
yang berbunyi, “Maka barangsiapa yang
Allah hendaki untuk Dia beri kepadanya petunjuk. Dia akan melapangkan dadanya (hatinya) untuk menerima Islam.
Dan barangsiapa yang Dia kehendaki untuk dibiarkanNya sesat, niscaya Dia akan menjadikan dadanya (hatinya) sempit lagi sesak, seakan-akan
dia sedang mendaki naik ke langit. Demikianlah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Bukankah ini
jalan Tuhanmu yang lurus? Adakah kita mau mengambil pelajaran darinya?
Pertanyaan itu menggantung dan mengambang 5 cm di depan keningku. Layaknya Zafran dalam film 5 cm. Tapi sepertinya pertanyaan itu sudah meresap hingga ke inti selku. Atau bahkan ke dalam jalinan helix DNAku? Haha, membicarakan DNA membuatku berfikir, andaikan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang sudah terprogram dalam rangkaian DNAku. Mungkin aku akan biarkan diriku terpapar radiasi dan berakhir dengan mutasi. Benar-benar ingin meprogram ulang semua kekacauan ini. Tapi ini sudah mutlak, karena jarak terjauh yang tak mampu kau tempuh lagi adalah kembali ke masa lalu. Sedetikpun kau tak akan mampu.
Pertanyaan itu menggantung dan mengambang 5 cm di depan keningku. Layaknya Zafran dalam film 5 cm. Tapi sepertinya pertanyaan itu sudah meresap hingga ke inti selku. Atau bahkan ke dalam jalinan helix DNAku? Haha, membicarakan DNA membuatku berfikir, andaikan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang sudah terprogram dalam rangkaian DNAku. Mungkin aku akan biarkan diriku terpapar radiasi dan berakhir dengan mutasi. Benar-benar ingin meprogram ulang semua kekacauan ini. Tapi ini sudah mutlak, karena jarak terjauh yang tak mampu kau tempuh lagi adalah kembali ke masa lalu. Sedetikpun kau tak akan mampu.
Lalu
bagaimana? Semoga Allah benar-benar memberiku petunjuk atau lebih tepatnya
peringatan. Aku benar-benar butuh segala hal yang berbau frontal dari sisiNya. Ibuku
pernah mengatakan, “Anak mama harus bisa
jauh lebih tegar dari mama”. Lalu ucapan itu aku lontarkan kembali dengan
mulutku, “Aku harus jauh lebih tegar.”
Kadang mereka berfikir, ntah beban apa yang sedang ku pikul. Tapi percayalah,
mungkin dunia sudah menganggap beban ini adalah hal yang biasa, suatu hal yang
lumrah dan seharusnya dapat dilewati dengan mudah. Mungkin hanya aku, sosok
perempuan yang tersisa di dunia ini dan menanggapinya secara berlebihan. Bahkan
ada salah seorang wanita, yang sempat mendengar keluh kesahku dan menanggapinya
seolah dia bukan seorang wanita. Hanya senyum
pahit yang dapat kuberikan padanya, tak pernahkah ia berfikir andaikan dia
berada di posisiku? Atau memang ia tak memiliki hati? Atau fikiran liar ku
menganggap bahwa ia pernah mengalami hal yang sama atau jauh lebih berat
dariku? Astaghfirullah, semoga ini hanya sebatas fikiranku, semoga ia tetap
dalam naungan Allah. Amin.
Tapi tunggu
dulu, pada kenyataannya, di era yang slalu memprediksi kapan kiamat akan
berlangsung ini, bukankah segala hal baik dianggap
sesuatu yang asing? Sedangkan segala sesuatu yang buruk dianggap hal yang lumrah? Bagaimana menurut
pendapat kalian? Bukankah jika dijumpai para wanita memakai busana minim atau
membuka auratnya dianggap wajar? “Yah namanya juga anak jaman sekarang, namanya juga ngikutin
model.” Di sisi lain, jika dijumpai
para wanita memakai busana menutup seluruh auratnya dan mengutamakan kesederhanaan,
yang terlontar adalah, “Itu Islam ‘aliran’ apa? LDII mungkin ato NII.”
Atau saat muda-mudi sedang giat-giatnya sebagai seorang ‘aktivis pacaran’, hal itu benar-benar dianggap lumrah. Sedangkan
saat terdapat sekelompok aktivis dakwah yang menolak apapun bentuk pacaran,
dianggap tak wajar dan berlebihan. Dan yang paling menggelikan adalah, masih
saja ada yang mengatakan “kita pacarannya Islami kok.” Sejak kapan Al-Quran atau hadist meriwayatkan metode
pacaran secara Islami? Baiklah, mungkin sebaiknya aku membahas di dalam judul
yang khusus mengenai ini semua.
Dan sekarang
biarkan aku mengutip kembali ayat ke 122 dari surah Al-An’aam yang berbunyi, “Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) lalu Kami hidupkan dan Kami beri
dia cahaya (iman) yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak,
sama dengan orang yang berada dalam kegelapan (masih
kufur), sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap
apa yang mereka kerjakan”. Allah menegaskan dalam ayatnya dengan
perumpamaan, “ibarat
mayat yang dihidupkan.” Berharap
akulah mayat itu yang sedang dihidupkan kembali oleh Zat yang Mahahidup. Semoga
Allah menggolongkan kita kedalam orang-orang yang senantiasa dilapangkan
hatinya dalam menerima petunjuk dan ikhlas menjalankan takdirNya.
Baiklah, akan
kuakhiri tulisan ini dengan sebuah zikir sayyidul istigfar :
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, Engkau
telah menciptakan diriku. Aku adalah hamba-Mu dan aku
berada dalam janji serta ancaman-Mu, aku jalankan semua sesuai dengan
kemampuanku. Aku akui kenikmatan-Mu kepadaku dan aku akui dosaku kepada-Mu,
ampunilah aku. Tiada Zat yang mengampuni dosa kecuali
diri-Mu, Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku. Amin.
No comments:
Post a Comment