Dengan menyebut
nama-Nya Yang Mahalembut dan Melembutkan.
Hari ini 31 Maret 2014, beberapa jam sebelum memasuki bulan baru, April
2014. Satu kata pertama yang mewakili postingan di blog ini adalah ‘Keprihatinan’, kenapa? Karena tak terasa, hampir
empat bulan blog ini tidak dihiasi dengan judul baru, benar-benar mengecewakan.
Katanya ingin berdakwah menggunakan tulisan, katanya
seorang penulis, katanya tiada hari tanpa menulis, lalu dimana
tulisan-tulisanmu Oktriana?Well,
menulis itu memang sudah menjadi bagian dari diri sendiri, napas yang berhembus,
nadi yang berdenyut, hingga darah yang mengalir. Hanya saja, belakangan ini,
hampir seluruh tulisan berkelebatan tentang ‘rasa’ dan itu puncak
permasalahannya.
Mungkin dulu, jauh sebelum ini, menulis seolah
menjadi obat pelipur lara, anti-depresan terbaik yang dihasilkan oleh jemari
renta ini, namun kali ini, tulisan seolah menjadi racun bagi orang lain apalagi
bagi diri sendiri. Saat semua hal satu per satu diteriakkan secara lantang,
ditulis secara detail tanpa perumpamaan, seolah terdapat suatu tindakan
membunuh diri sendiri secara perlahan disana. Racun itu
mendadak menjalar di sebagian pemikiran dan perasaan jika hasil tulisan berupa
‘rasa’ itu dibagikan ke publik kemudian dibaca oleh orang-orang yang mengidap close-minded syndrome.Meski ini
terkesan berlebihan, tapi memang itulah kenyataannya.
Mungkin dapat kita mulai dengan testimoni
pasca penerbitan bukuku yang berjudul ‘Selamat Tinggal
Tuhanku, Aku Perempuan Merdeka’. Tak sedikit respon positif apalagi
curhatan yang mengalir melalui berbagai alat komunikasi hingga pertemuan
langsung, lantas apakah itu semua membahagiakan? Sama sekali tidak. Aku pikir,
beban selama ini akan semakin berkurang dengan keseluruhan buku tersebut,
ternyata tidak. Semua itu malah semakin memberatkan beban amanahku pada banyak
orang, tak ada satu orangpun penulis yang merasa sanggup jika satu hari nanti,
di akhirat kelak, Tuhan melemparkan tumpukan buku tepat ke arah wajah kami
seraya berkata, “Ini seluruh buku yang telah dibaca
oleh pembacamu! Bagaimana mungkin kau hanya menuliskannya tanpa
mempraktekkannya terlebih dahulu kemudian istiqomah menjalankannya!”
Naudzubillah. Segala puji hanya bagi-Nya sebagaimana Dia memuji diri-Nya sendiri.
“Wahai orang-orang
yang beriman!
Mengapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
(Itu) sangatlah dibenci
di sisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan.”
(Surah As-Saff ayat 2 dan 3)
Dan itulah aku, seorang perempuan yang
disebut penulis hanya karena menerbitkan sebuah buku amatiran yang isinya tak
lebih dari semburat tangis putus asa dan teriakan keras kepala pada Tuhannya.
Kadang, aku selalu mengatakan, “Tuhan, kadang Kau
sangat menyebalkan! Tapi aku suka dengan cara-Mu membentukku. Semoga Kau paham
maksudku, maaf dan terima kasih.” Atau di lain waktu aku mengatakan, “Tuhan, lakukan sesuka-Mu toh aku tak mampu memaksa-Mu, cukup
biarkan aku mencintai Zat Yang Mahasempurna ini meski dengan kecacatanku. Mohon
kerjasamanya, maaf dan terima kasih.”
Hingga sampai paragraf kelima ini, aku
masih saja berputar-putar dengan pikiranku sendiri tanpa tahu arah dari tulisan
ini nantinya. Baiklah, mungkin ada beberapa hal yang harus aku tegaskan. Pertama, jika ada segelintir orang yang tidak menyukai
tulisan-tulisanku dan memintaku untuk meniadakannya, maka bisa jadi satu hari
nanti blogku akan kosong melompong dan bukuku hanya berisi lembaran kertas
kuning tanpa tinta. Jadi tolong, mulailah berhenti menjustifikasi
seseorang hanya karena satu tulisan, bacalah keseluruhan bukuku, dari cover, mukadimah, isi, hingga kalimat
penutup. Jika perlu, telusuri keseluruhan bacaan yang menjadi sumber
inspirasiku selama ini. Aku ini hanya menulis tulisan-tulisan dengan warna
non-fiksi. Seluruh tulisan itu hanya suatu tindakan menulis kembali segala
kejadian yang telah dituliskan Tuhan, tak lebih, tak kurang. Jika mereka masih
berkutat dengan seluruh tulisan di part-part
awal, maka aku sangat ingin menjelaskan bahwa kini aku terjebak di part delapan, bagian yang penuh dengan
guncangan dan ekspektasiku, sungguh aku tak peduli lagi dengan part-part sebelumnya.
Kedua, aku memiliki kehidupanku
sendiri yang selama ini aku perjuangkan bersama Tuhanku, jadi tolong, berhenti
mengarahkan pandangan sinis semacam itu atas seluruh ekspansi yang aku sebut
dengan ‘Hijrah’ ini. Kalian tak pernah ada
saat aku terpuruk, maka jangan sekali-kali mematikanku lagi saat aku berusaha
bangkit. Tapi lakukanlah, terus lakukanlah, toh aku akan mengadukannya pada
Tuhanku. Tak perlu merasa khawatir dengan mereka yang berniat dan berusaha
melakukan pembalasan dendam pada kalian, tapi berhati-hatilah pada mereka yang
saat dizalimi malah memilih tuk memaafkan dan menjadikan kalimat, “Cukuplah
Allah Yang menjadi Pelindung kami,” sebagai tameng terbaik jiwa mereka.
Ketiga, selamat menikmati
tulisan-tulisanku kembali.Sepertinya aku memilih
untuk bangkit dari rasa keterjebakan atas pendapat-pendapat orang lain yang
bahkan kadang, tak lebih dari kekhawatiranku saja. Untuk para pembaca, sangat
diharapkan kritik dan sarannya demi kebermanfaatan tulisan-tulisan ini
kedepannya. Semoga kebaikan senantiasa tercurah dari Allah ‘Azza wa Jalla
melalui perantara jemari ini. Jika terdapat keburukan maka itu semata-mata dari
seorang fakir nan bodoh bernama Derry Oktriana.
teruslah menulis. jgn hiraukan komentar sinis selagi mba masih berpegang pd Al Qur'an dan hadis.. Allah dan Rasulnya saja mereka tentang dgn ilmu dan pikiran mereka sendiri, apalgi kita hanya manusia biasa., semoga Allah selalu menetapkan hati mba hanya untuk Nya semata.
ReplyDeleteAamiin ya Rabb, makasih yah :')
DeleteKacau nih tulisan !!!
ReplyDeleteBikin pembuluh darah yg mengalir ke cardiovaskuler bereaksi dengan cepat dan saraf saraf di otak menginstruksikan untuk segara membaca dengan hati..keren ka derry i like your article teruslah jemari mu berkarya