Monday, November 11, 2013

Pahami dan Selamat Menikmati



Sebagai seseorang yang masih belum mampu terlepas dari berbagai film yang beredar, beberapa minggu terakhir aku telah menyaksikan film The Insidious 2, Gravity, Captain Phillips, Thor dan ditutup dengan Now You See Me. Semuanya menarik, dengan esensi kelezatannya masing-masing. Mungkin banyak orang di luar sana yang menonton sebuah film lalu selesai sampai di situ saja, tidak lebih dari sarana hiburan. Namun, aku adalah perempuan yang mengambil hal lain di dalamnya. Kita mulai dari film The Insidious 2, ini adalah sebuah sekuel film dengan genre horor yang mengangkat tema tentang segala hal yang berkaitan dengan kemampuan seseorang menjelajahi dunia lain saat ia sedang tertidur, dan apabila ia berjalan terlalu jauh dari tubuh aslinya, maka akan ada kemungkinan tubuhnya tersebut akan ditempati oleh ruh lainnya. Banyak hal yang aku pikirkan saat itu, terutama tentang kematian. Semua orang akan mati, ruh akan berpisah dari jasad, yang dicinta akan berpisah dengan yang mencinta, dan seterusnya. Lalu pertanyaannya, tahukah kita kapan masa itu akan menghampiri kita? Bukankah kita ini hanyalah sekumpulan manusia yang menunggu giliran kematian kita?
Lalu saat ruh ini diceraikan dari jasad, kemanakah ia akan menuju? Ke hadirat Tuhannya? Berjalan tak tentu arah? Atau ruh tersebut lenyap begitu saja? Jika memang kita mengakui keberadaan-Nya, tentu kita akan menjawab bahwa kita akan menuju kepada-Nya. Lantas pertanyaannya kini adalah apa yang akan kita bawa ke hadapan-Nya? Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan kita selama di dunia? Akankah Tuhan kita mengatakan:
“Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(QS Al-Fajr ayat 27-30)
Atau bisa jadi, Tuhan kita malah mengatakan:
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.”
(Surah Al-A’raf ayat 179)
Duhai saudaraku, tidakkah kita memahaminya? Maka aku mohon, pahamilah, sedikit saja.
Film kedua adalah Gravity, dengan latar outer space, film ini bertemakan seorang perempuan yang terjebak di luar angkasa dan berjuang untuk kembali ke bumi. Banyak pikiran liar yang berputar-putar dalam benakku. Rasanya sangat menyenangkan jika berada di suatu tempat yang sangat jauh dari permukaan bumi, tanpa gravitasi, tanpa udara, tanpa suara. Pasti akan mengagumkan jika aku mampu membaca berbagai buku yang aku cintai dalam keheningan dengan nilai mutlak, tak ada gangguan, dan tak ada keributan yang mengalihkan fokusku. Atau aku berpikir satu hal, jika aku berada di luar sana, mungkin aku akan tersenyum menatap bumi dengan segala keindahannya lalu berpikir, “Siapakah penduduk bumi yang sedang menatap langit dan mengingatku saat ini?” Dan aku berharap tak ada seorangpun yang memikirkanku atau paling tidak mengingatku. Kenapa? Karena aku ingin menikmati kematian dalam ketiadaan, menikmati ketiadaan dalam ketiadaan, tak perlu mencemaskan siapapun yang akan aku tinggalkan di permukaaan bumi, tak perlu mencemaskan orang-orang yang mungkin akan bersedih jika aku benar-benar menjadi sosok yang tiada lagi nantinya. Bukankah kematian itu akan membawa dua hal? Kematian jasad dari seseorang yang pergi dan kematian jiwa pada mereka yang ditinggalkan. Tidakkah kita memahaminya? Maka aku mohon, jika satu hari nanti aku akan mendahului kalian semua menuju ketiadaan, berbahagialah, karena sungguh, aku selalu berprasangka baik bahwa Dia akan memberikan percikan cahaya dalam ketiadaanku nantinya, merayakan pertemuan kami berdua kemudian menyingkap seluruh ketiadaan menjadi keabadian. Semoga Dia mengasihani perempuan yang kadang berharap mampu tiada sebelum ketiadaan. Bukankah salah satu hadiah terbaik adalah tak pernah terlahirkan sama sekali? Namun tetap saja, ada nilai relatif disana, maka pahamilah, sedikit saja.
Film ketiga adalah Captain Phillips, film ini diangkat dari kisah nyata yang menceritakan tentang seorang kapten kapal yang berjuang menyelamatkan kapalnya dari pembajakan di laut lepas. Aku menteskan air mata saat menonton ini, entahlah, aku merindukan Ayahku, di film ini, sesaat sebelum sang kapten akan ditembak oleh para bajak laut, ia menangis sembari menuliskan pesan terakhir bagi keluarganya, ia katakan disana bahwa ia menyayangi mereka, ia ingin keluarganya tetap bersama dan berbahagia. Masya Allah, aku bahkan hanya mampu mendekap erat tubuh Ayahku selama berhari-hari tanpa mendengar sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Aku hanya mampu mendengarkan suara-suara dari alat-alat yang dihubungkan ke tubuh Ayahku itu, rasanya aku ingin menyingkirkan semuanya dan membungkam seluruh bunyi yang sangat memuakkan itu. Tapi aku bisa apa? Tak ada pesan yang ia bisikkan pada anak perempuannya ini hingga detak jantung terakhirnya. Tapi tak mengapa, aku percaya, ia jauh lebih baik saat ini, menikmati keabadiannya bersama diri-Nya. Bukankah kematian adalah perayaan? Maka pahamilah, sedikit saja.
Film keempat adalah Thor, entahlah, aku lebih banyak berpikir tentang segala sesuatu yang ilmiah di film ini, tentang sembilan dunia yang berada di satu garis lurus yang hanya terjadi dalam kurun waktu lima ribu tahun sekali, tentang senyawa-senyawa tertentu yang membawa kegelapan, hingga seluruh teknologi yang mereka gunakan. Jika harus membahas tentang kehidupan mereka, mungkin aku sedikit tertarik tentang seorang perempuan yang tetap setia menunggu kekasihnya yang tentu saja bukan seorang penduduk bumi meski selama dua tahun tidak diketahui keberadaanya, tentang seorang ibu tiri yang tetap mengasihi anak tirinya meski ia telah melakukan kesalahan fatal, tentang pembalasan dendam akan darah yang mengalir dengan alasan yang tak semestinya, hingga loyalitas pengabdian pada negeri dan rakyatnya. Banyak nilai perjuangan dan pengorbanan di dalamnya, cukup membuatku berdecak kagum saat mengetahui bahwa Thor sang tokoh utama di film ini memilih untuk merelakan tahta kerajaannya demi perempuan yang ia cintai di bumi, itulah cinta, apapun akan kita lakukan demi orang yang kita cintai. Lantas ada satu pertanyaan yang menggelitik kesadaranku saat ini, apa yang telah kita lakukan pada-Nya sebagai wujud tanda cinta kita? Maka pahamilah, sedikit saja.
Kau bermaksiat kepada Tuhan, tapi tetap menyatakan cinta.
Demi Tuhan, itu tak dapat disandingkan.
Jika cintamu tulus, niscaya kau patuh kepada-Nya.
Sungguh, seorang pencinta akan mematuhi kekasihnya.
(Rabiah al-Adawiyah)
Akhirnya kita memasuki film terakhir, Now You See Me, film ini bukanlah film yang baru beredar, mungkin ia telah ditayangkan di bioskop sejak bulan Juni lalu, awalnya aku hanya membaca beberapa dialog antar pemain yang aku dapati di internet, banyak dialog yang membuatku tersenyum bahkan tertawa penuh sarkasme, hingga akhirnya aku menonton langsung film ini melalui netbook ku. Film ini menceritakan tentang empat orang magician dengan bakatnya masing-masing, ya meskipun film ini terlalu menampakkan segala hal yang berbau illuminati, aku menyukai film ini, dengan segala trik, intrik dan kelicikan di dalamnya. Banyak hal diluar dugaan yang terjadi di dalamnya. Namun, terlepas dari semua itu, aku ingin membahas satu hal di film ini, mereka selalu mengatakan:
“Cause the closer you look, the less you see.
The closer you think you are, the less you will actually see.”
Pernyataan cerdas dan mencerdaskan. Aku ingin mengaitkan pernyataan ini dengan dia, seseorang yang belakangan ini memenuhi tulisan-tulisan dalam koleksi pribadiku. Aku ingin katakan padanya, “Menjauhlah, agar dirimu mampu terlihat seutuhnya, bukankah saat kau terlalu dekat maka lapangan pandangku akan menyempit? Kita benar-benar harus terpisahkan jarak, ini agar semuanya berjalan secara objektif, karena sungguh, subjektifitas akan memuncak saat kita terlalu dekat. Layaknya bismillah, sanking nyatanya, ia seolah menjadi samar hingga tak mampu tergambarkan. Atau jangan sampai ungkapan tentang ‘kita’ itu juga layaknya bismillah, sanking seringnya diucapkan, ia menjadi seolah terlupakan hingga tak dikenal. Karena tentang ‘kita’ itu bukan sekadar pernyataan lisan tanpa kehadiran ruh di dalamnya. Lebih baik ia tersembunyi halus menjadi rahasia megah yang terjaga. Namun sepertinya, kini waktu kita telah habis, semoga satu hari nanti kita malah mampu menghabiskan waktu berdua dalam ketidak-habisan. Atau sepertinya, kini waktu kita telah tiada, namun semoga satu hari nanti, kita mampu meniadakan waktu yang tiada selama ini dalam ketidak-tiadaan.” Tapi satu hari, aku tertawa kecil saat membaca sebuah tweet yang mengatakan:
“Be careful who you trust, the devil was once an angel.”
(@9GAG)
Tapi sudahlah, aku tak ingin berbalik badan dan membelakangi diri-Nya lagi. Bukankah terhormat dan berharga itu adalah yang terjaga baik tindakan, lisan, tulisan hingga perasaan? Bukankah tak ada yang ingin hangus terbakar lagi? Maka biarkan aku memadamkannya segera atau tetap membiarkannya tersembunyi rapi dalam perapian. Selalu begitu, tak meleset. Lagipula ini adalah tentang perjalanan waktu dan seluruh prosesnya, semuanya dapat berubah sekelip mata. Namun paling tidak, kita selalu mampu menikmati ketiadaan kita berdua dalam ketiadaan. Atau mungkin lebih tepatnya, aku sendirilah yang selalu mampu menikmati ketiadaan kemungkinan terwujudnya ini semua dalam ketiadaan. Namun, bukankah tak ada yang akan merusak tujuan utama kita? Menyebalkan memang jika harus mematahkan hal tertentu sebelum perwujudannya. Namun tersenyumlah, karena kau tahu ini tentang siapa, pahami dan selamat menikmati...

No comments:

Post a Comment